Wereng
Hijau (Nephotettix virescens)
Wereng hijau (Nephotettix
virescens) adalah wereng daun, Peranan wereng hijau dalam sistem pertanaman
padi menjadi penting oleh karena wereng hijau merupakan vektor penyakit tungro,
yang merupakan salah satu penyakit virus terpenting di Indonesia.Kemampuan
wereng hijau sebagai penghambat dalam sistem pertanian padi sangat tergantung
pada penyakit virus tungro. Sebagai hama, wereng hijau banyak ditemukan pada
sistem sawah irigasi teknis, ekosistem tadah hujan, tetapi tidak lazim pada
ekosistem padi gogo. Wereng hijau menghisap cairan dari dalam daun bagian pinggir,
tidak menyukai pelepah, ataupun daun-daun bagian tengah.Wereng hijau
menyebabkan daun-daun padi berwarna kuning sampi kuning orange, mengakibatkan penurunan
jumlah anakan, dan pertumbuhan tanaman yang terhambat (memendek).Pemupukan
unsur nitrogen yang tinggi sangat memicu perkembangan wereng hijau (Baehaki,
1992). Tanda tanaman padi terserang adalah adanya kulit-kulit nimfa pada
daun-daunnya (Pracaya, 2003)
Klasifikasi
sbb:
Phylum :
Arthropoda
Klass :
Insecta
Ordo :
Homoptera
Family :
Euscellidae
Genus :Nephotettix
Spesies :Nephotettix
virescens.
Sebaran
: Wereng hijau tersebar luas di beberapa negara, yaitu India, Thailand,
Srilanka, Bangladesh, Burma, Laos, Malaysia, Vietnam Selatan, Cina, Taiwan, Jepang,
Filipina dan Indonesia.
Gejala
serangan :Wereng hijau menghisap cairan dari tanaman yang menyebabkan
pertumbuhan tanaman terhambat. Nimfa instar awal makannya sangat sedikit
sehingga menyebabkan kerusakan kecil pada tanaman. Tanaman akan mengalami
kerusakan bila terdapat banyak nimfa instar akhir dan imago pada tanaman,
karena terhisapnya unsur-unsur hara dan cairan tanaman.
Ekologi
dan Morfologi :Pertumbuhan dan fluktuasi populasi serangga pembawa virus atau
serangga pada umumnya ditentukan oleh interaksi antar faktor intrinsik pada serangga
dan adanya faktor lingkungan yang efektif. Faktor intrinsik adalah faktor
bawaan atau genetik yang menentukan besarnya potensi pertumbuhan populasi,
sedang faktor linglungan efektif meliputi cuaca makanan, tempat berlindung dan
hewan atau organisme lain termasuk predator, parasit dan penyakit. Secara
langsung dan tidak langsung, iklim berpengaruh terhadap brbagai aspek kehidupan
serangga dan perilaku sehingga menentukan populasi serangga, dan berpengaru
terhadap populasi terutama pada tingkat kelahiran, kematian, pertambahan jumlah
dan penyebaran serangga. Faktor - faktor iklim yang penting peranannya dalam
berbagai kehidupan serangga, yaitu, suhu, kelembaban nisbi udara
penguapan, angin dan fotoperioditas.
Biologi
:Perkembangan wereng hijau dari telur sampai dewasa melalui 3 stadia yaitu
telur, larva dan imago (dewasa) dengan metamorphosis paurometabola.
Telur
:Telur wereng hijau berbentuk bulat memanjang dan agak meruncing pada kedua
ujungnya. Telur yang baru diletakkan berwarna bening, kemudian menjadi putih
kekuning-kuningan.Pada umur 2 atau 3 hari dua bintik merah mulai tampak pada
salah satu ujungnya.Bintik tersebut lebih nyata pada umur yang lebih tua dan
ini merupakan mata fase embrio (Fachruddin, 1980).Serangga betine bertelur pada
siang hari.Telur-telur diletakkan pada ibu tulang daun atau di pelepah
daun.Stadia telur wereng hijau tergantung pada keadaan fisik tumbuhan terutama
suhu.Masa inkubasi telur antara 6 – 10 hari. Perkembangan 29º - 35ºC, dengan
masa inkubasi 6,3 - 7,3 hari. Pada suhu yang lebih rendah masa inkubasi
bertambah lama.Sebagian besar telur menetas diwaktu pagi antara pukul 06.00
sampai 12.00, namun pada suhu rendah (20ºC) waktu penetasan telur tersebar dari
pagi sampai sore hari (Gallagher, 1991).
Nimfa
:Nimfa N. virescens terdiri atas 5 instar yang berlangsung keseluruhannya
selama 13-18 hari. Nimfa muda berwarna putih kekuningan.Setelah berganti kulit
warnanya menjadi kuning atau hijau kekuningan hingga hijau terang. Setiap kali
akan berganti kulit nimfa tidak aktif dan tetap pada tempatnya. Nimfa dari
telur yang menetas akan segera bergerak menuju ke bagian atas tanaman dan
berkumpul pada bagian bawah daun tua. Pada instar ke-2 dan seterusnya
nimfa-nimfa tersebut merata pada daun padi. Pada tanaman yang layu nimfa
berkumpul pada bagian pangkal pelepah daun (Hibino, 1987).
Imago
(Dewasa) :Wereng hijau yang baru menjadi dewasa berwarna kekuning-kuningan.
Warna tersebut secara bertahap berubah menjadi hijau kekuning-kuningan yang
akhirnya berubah menjadi hijau dalam waktu ± 3 jam.Wereng hijau menjadi dewasa
pada waktu pagi.Imago jantan dan betina dapat hidup sampai 20 hari. Imago
wereng hijau mempunyai tanda pada sayap bagian bawah yang lebih hitam dibanding
dengan yang lain. Wereng hijau betina dapat menghasilkan telur sampai 300
butir. Produksi telur wereng hijau yang tertinggi terjadi pada suhu antara 29º-
33º C. Pada suhu 20º C imago betina mati sebelum bertelur, sedangkan pada suhu
35º C produksi telur rata-rata rendah karena masa imago leih pendek pada suhu
itu (Fachruddin, 1980)
v Menyebarkan
(Vektor) Virus Tungro Oleh Wereng Hijau
Tungro adalah satu dari penyakit padi
yang paling merusak di Asia Tenggara dan Asia Selatan.Epidemik penyakit ini
telah terjadi sejak pertengahan tahun 1960an. Malai yang terserang jarang
menghasilkan gabah, menjadi pendek dan steril atau hanya sebagian yang berisi
dengan gabah yang berubah warna. Pembungaan tanaman sakit tertunda dan
pembentukan malai sering tidak sempurna.
penyakit tungro ini
disebabkan oleh virus, Penyebaran serangan penyakit ini sangat cepat karena
dibantu oleh vektor (serangga penular) yaitu wereng hijau (Nephotettix
virescens dan N. nigropictus). Adapun gejala / tanda kerusakan yang ditimbulkan
dari penyakit ini adalah :
Gejala serangan awal di
lahan biasanya khas dan menyebar secara acak.Daun padi yang terserang virus
tungro mula-mula berwarna kuning orange dimulai dari ujung-ujung, kemudian
lama-kelamaan berkembang ke bagian bawah dan tampak bintik-bintik karat
berwarna hitam. Bila keadaan ini dibiarkan jumlah anakan padi akan mengalami
pengurangan, tanaman menjadi kerdil, malai yang terbentuk lebih pendek dari
malai normal selain itu banyak malai yang tidak berisi (hampa) sehingga tidak
bisa menghasilkan. Seperti halnya wereng coklat, penyebaran penyakit ini juga
sangat cepat. Cepatnya perkembangan penyakit tungro disebabkan antara lain oleh
: cepatnya perkembangan serangga penular (wereng hijau), masih dilakukannya
penanaman bibit padi yang tidak diketahui asal usul dan kesehatannya, terutama
dari daerah endemis tungro, (adanya penanaman varietas tidak tahan tungro yang
didukung pola tanam tidak teratur, dan para petani masih enggan melakukan
pemusnahan (eradikasi) pada tanaman yang terkena serangan tungro akibatnya
tanam padi sehat yang lain ikut terkena penyakit ini.
Menurut Hibino dan
Cabauatan (1987), proses penularan virus tungro oleh Nephotettix virescens,
melibatkan senyawa kimia komponen pembantu (helper component) yang berperan
mengikat partikel virus. Kemampuan vektor dalam menularkan virus tungro
bersifat individual, sehingga tidak semua anggota dalam populasi mernjadi
vektor yang kompeten (Gray dan Banerjee, 1999) Jauh sebelumnya, Ling (1972)
menyatakan, bahwa di antara anggota populasi Nephotettix virescens terdapat
kelompok individu penular aktif (active transmitters) dan individu bukan
penular (nontransmitters). Penular aktif adalah individu yang dapat menularkan
virus setelah makan akuisisi.Individu penular aktif diduga memiliki karakter
berbeda dengan individu bukan penular, namun perbedaan tersebut masih belum
diketahui.Karakterisasi N. virescens penular
aktif belum tentu cukup menggunakan sifat morfologi.
Penularan
penyakit tungro pada padi bersumber dari singgang (sisa tanaman padi setelah
dipanen) dan rumput-rumput yang berada di sekitar tanaman padi.Virus tungro ini
dibawa oleh wereng hijau dengan menghisap tanaman sakit dan me-nyebarkannya
melalui jaringan tanaman padi. Penularan penyakit oleh wereng hijau ini
berlangsung secara non persisten, yaitu segera terjadi dalam waktu 2 jam
setelah menghisap tanaman, dan menimbulkan tanda serangan setelah 6 – 9 hari
kemudian. Selain wereng hijau dewasa, nimfa (larva) dari serangga ini pun dapat
menularkan virus tungro. Virus ini tidak dapat ditularkan melalui : telur
wereng hijau, biji padi, atau gesekan antara tanaman sehat dengan tanaman
sakit.
v Langkah
Pengendalian
Untuk
mengendalikan penyakit tungro dapat dapat dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Mengatur
pola tanam pada areal padi dengan melakukan pergiliran tanamn bukan padi
untuk memutus siklus hidup wereng hijau dan meniadakan sumber penyakitnya.
2. Melakukan
pengolahan tanah sesegera mungkin setelah pemanenan. Hal ini dimaksudkan untuk
memusnahkan singgang tanaman padi sebagai inang vektor.
3. Menanam
varietas tahan penyakit tungo. Saat ini ada beberapa varietas padi yang tahan
terhadap serangan tungro diantaranya : IR-50, IR-64, Citanduy, Dodokan, IR –66,
IR-70, Barumun, kelara, memberamo, IR-36, IR-42, Semeru, Ciliwung , Kr. Aceh,
Sadang, Cisokan, Bengawan , Citarum dan terakhir adalah serayu. Pengendalian
akan lebih efektif bila dilakukan pergiliran varietas setiap menanam padi.
4. Mengupayakan
penanaman secara serempak dalam satu hamparan.
5. Melakukan
pemantauan secara terjadwal sejak awal dimulai di singang-singgang sehabis
panen, dilanjutkan pada persemaian dan tanaman muda (saat tanaman kritis umur
2-6 minggu setelah tanam), khususnya di daerah endermis tungro. Hasil
pengamatan dibahas dalam kelompok guna menentukan gerakan pengendalian.
6. Pada
saat persemaian benih disebar paling cepat 5 hari setelah pengolahan tanah,
mengingat virus tungro yang ada di singgang dan tubuh wereng hijau telah hilang
setelah periode waktu tersebut. Kemudian pada daerah kronis tungro sebelum
melakukan penyebaran benih sebaiknya tanah diberi insktisida bahan aktif
carbofuran sebanyak 4 kg/500 m2 dengan cara dibenamkan bersamaan dengan
pengolahan tanah. Bibit sebaiknya tidak menggunakan dari daerah yang terdapat
serangan tungro. Bibit yang terinfeksi tungro harus dicabut dan kemudian
dimusnahkan dengan cara dibenamkan ke dalam tanah. Kemudian melakukan
penyemprotan dengan insektisida anjuran bila populasi vektor (wereng hijau)
mencapai 20 ekor per 25 ayunan jaring.
7. Pengendalian
saat tanaman muda. Pengendalian dilakukan dengan mengatur saat tanam sedemikian
rupa agar saat populasi wereng hijau tinggi, tanaman padi sudah berumur lebih
60 HST. Selain itu dilakukan eradikasi selektif secara kesinambungan dan
melakukan penyemprotan insktisida anjuran bila populasi wereng hijau minimal 3
ekor per 25 ayunan jaring.
2. Wereng Punggung Putih (Sogatella
furcifera Horvath)
Wereng Punggung Putih
atau disebut juga whitebacked planthopper telah dikenal di Indonesia.
Wereng ini melebar luas di wilayah Palaeartik (Jepang, Korea, dan Unisoviet)
Indonesia, Malaysia, Vietnam, Filipina, wilayah Australia dan wilayah
Neotropika (Brazil) (Baehaki, 1992) 15
Adapun yang menjadi
ciri khas wereng punggung putih adalah pada stadia dewasa punggungnya berwarna
putih. Ciri-ciri lainnya adalah :
1.
Waktu muda berwarna coklat, dewasanya berwarna keputih-putihan
2.
Serangga dewasa berukuran panjang 4-4.5 mm dan lebar 2.5–3 mm
3.
Telurnya lonjong dan diletakkan di dalam jaringan pelepah daun
4. Sejak menetas sampai dewasa binatang ini terus
menimbulkan kerusakan .