Pages

Subscribe:
Powered By Blogger

Monday 2 March 2015

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH TERHADAPMORTALITAS KEONG MAS (Pomacea canali-culata



PENDAHULUAN

Keong mas (Pomacea canali-culata) di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1981 di Jogyakarta. Keong mas ini pada mulanya diintroduksi ke Indonesia untuk dibudidayakan, baik sebagai ikan hias atau dijadikan komoditas ekspor. Namun, dalam beberapa tahun perkembangannya sangat cepat dan pesat hingga tidak terkendali, sehingga berkembang secara liar dan hidup bebas di tempat-tempat genangan air dan akhirnya sampai ke sawah-sawah dan berubah status menjadi hama (Balai Informasi Pertanian, 1992).

Pengendalian keong mas yang telah banyak dilakukan umumnya mencakup penanganan secara mekanis dan kultur teknis. Pengendalian secara mekanis antara lain melalui penggunaan penghalang dari plastik yakni pada saat pembibitan di persemaian, pema-sangan kawat kasa atau jalinan bambu atau lidi di tempat masuk dan keluarnya air irigasi dari petak sawah untuk mencegah masuk dan keluarnya keong mas ke persawahan, memusnahkan keong atau kelompok telur sehingga siklus hidupnya akan terputus dan secara bertahap populasinya akan tertekan (Panjaitan dan Silalahi, 1992)

Pestisida juga banyak digunakan untuk pengendalian keong mas ini. Pada awalnya pemakaian pestisida tidak dirasakan sebagai penyebab gangguan pada ling-kungan. Namun, peningkatan jumlah dan jenis hama yang diikuti dengan peningkatan pemakaian pestisida menimbulkan banyak masalah. Pemakaian pestisida dapat mem-bunuh hama tanaman, namun di sisi lain dapat menimbulkan kerugianseperti pencemaran lingkungan, keracunan pada pengguna dan residu pada komoditas pangan serta resistensi hama (Haryanti, dkk., 2006).

Menurut Sunaryo, 1989 dalam Muhni, 2003. Usaha pengendalian secara kimia dengan molusisida sintetik membawa dampak negatif terhadap lingkungan, terutama bagi organisme non target dan harganya relatif mahal. Salah satu dampak negatifnya adalah terjadinya keracunan pada petani dan hewan ternak. Oleh karena itu, diperlukan suatu alternatif pengen-dalian yang ramah lingkungan agar petani tidak tergantung pada pestisida sintetis dan penggunaannya diminimalkan.

Salah satu alternatif adalah penggunaan pestisida nabati. Hal ini dilakukan atas dasar pertimbangan pemanfaatan potensi flora alam yang banyak ditemui di sekitar manusia dan kebijakan pengendalian organis-me pengganggu tanaman yang lebih menekankan pada pendekatan ter-hadap pengelolaan ekosistem dengan tetap mempertahankan kelestarian lingkungan.

Pestisida nabati atau juga disebut dengan pestisida alami yaitu pestisida yang berasal dari tum-buhan merupakan salah satu pestisida yng dapat digunakan untuk mengendalikan serangan hama dan penyakit tanaman. Pestisida ini berbahan aktif tunggal atau majemuk dapat berfungsi sebagai penolak anti pemandul pembunuh dan pembentuk lainnya . di alam terdapat dari 1000 spesies tumbuhanyang mengandung insektisida ,lebih dari 380 spp mengandung zat pencegah makan (antifeedant), lebih dari 270 spp mengandung zat penolak (repellent), lebih dari 35 spp mengandung akarisida dan lebih dari 30 spp mengandung zat penghambat pertum-buhan (Susetyo dkk, 2008).

Salah satu tumbuhan penghasil pestisida alami adalah tanaman bawang putih. Bahan aktif bawang putih juga tidak berbahaya bagi manusia dan hewan. Selain itu, residunya mudah terurai menjadi senyawa yang tidak beracun, sehing-ga aman atau ramah bagi lingkungan. Tanaman bawang putih sangat potensial sebagai pestisida biologi dalam program Pengendalian Hama Terpadu (PHT), untuk mengurangi dan meminimalkan penggunaan pestisida sintetis (Iptek net, 2002).

Dosis yang pernah dicobakan untuk bawang putih pada konsentrasi ekstrak umbi bawang putih 7 persen dapat menyebabkan turunan pertama Sitophilus zeamays tidak keluar (Andriana, 1999)

Berdasarkan permasalahan di atas, penggunaan senyawa aktif dari hewan maupun tumbuhan seperti serbuk bawang putih perlu diteliti efeknya terhadap keong mas (Pomacea canaliculata)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak ba-wang putih (Allium sativum) pada berbagai konsentrasi untuk mengen-dalikan keong mas (Pomacea canaliculata)

Morfologi Keong Mas
Keong mas (Pomacea canaliculata) tergolong dalam famili Ampullaridae dan ordo Mesogas-tropoda (Andrew, 1904; Pennah, 1978 dalam Pitojo,1996). Spesies yang lain adalah P. lineata dan P. glauca (Grist, 1975).

Menurut pengamatan di Laboratorium Balitbang Zoologi, keong mas ada empat spesies yang masing-masing terdiri dari (Pitojo, 1996).

1. Cangkang kuning kehijauan bergaris-garis hitam, menaranya relatif tinggi dan terkenal dalam, telurnya merah jambu seperti buah murbei

2. Cangkang kuning kehijauan tidak bergaris, menaranya rendah dan kanalnya tidak dalam, telurnya berwarna merah jambu

3. Cangkang kuning bersih, menaranya rendah dan kanalnya tidak dalam, telurnya berwarna merah jambu

4. Cangkang berwarna kuning keemasan, menaranya tinggi seperti tangga dan kanalnya tidak dalam, telur berwarna putih kecokelatan.

Dari keempat spesies keong mas tersebut, yang berpotensi sebagai hama adalah keong mas dengan ciri-ciri cangkangnya relatif kuat dan keras (khususnya pada saat dewasa). Lingkaran (ubin) cangkang terdiri dari lima sampai enam buah dipisahkan dengan kedalaman yang disebut suture, bukaan cangkang (aperture) berbentuk panjang dan hampir bulat. Keong mas jantan memiliki aperture lebih bulat dari betina. Ukuran cangkang bervariasi dengan lebar 4-6 cm dan tinggi 4,5-7,5 cm. Operculum (tutup cangkang) umumnya tebal dan strukturnya berpusat di pusat cangkang. Oper-culum dapat ditarik masuk ke dalam aperture (Keawjam, 1986).

Pada bagian kepala keong mas terdapat sepasang tentakel panjang berpangkal di atas kepala. Kedua ujung tentakel terdapat indra peraba. Sepasang tentakel pendek berpangkal di dekat mulut sebagai indera peraba dan pembau. Pada bagian bawah kepala terdapat organ mulut, yang terdapat banyak gigi khitin dan lidah perut, disusun oleh otot-otot segmental bergerak dengan menggunakan otot-otot secara bergelembung dan dibantu ekskresi lendir (Pitojo, 1996).

Keong mas adalah salah satu spesies dari gastropoda yang tidak hermaprodith. Hewan ini berkelamin tunggal yaitu kelamin jantan dan betina. Keong mas jantan ditandai dengan ukuran relatif kecil, apabila menutup letak tutup cangkang tidak terlalu ke dalam rongga, sedangkan keong mas betina ditandai dengan ukuran relatif lebih besar dibandingkan keong mas jantan dan apabila menutup letak tutup cangkang agak ke dalam rongga cangkang (Pitojo, 1996)

Tanaman Bawang Putih
Bawang putih termasuk jenis tanaman umbi lapis. Sebuah umbi bawang putih terdiri atas 8-20 siung (anak bawang). Antara siung yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh kulit tipis dan liat, sehingga membentuk satu kesatuan yang rapat. Akar bawang putih berbentuk serabut dengan panjang maksimum 10 cm. Akar yang tumbuh pada batang pokok rudimenter (tidak sempurna) berfungsi sebagai pengisap makanan. Daunnya panjang, pipih dan tidak berlubang, banyaknya daun 7 – 10 helai pertanaman. Bentuk bunga bawang putih adalah bunga majemuk dan dapat membentuk bawang. Bawang tersebut tidak biasa di gunakan untuk pembiakan, memang tidak semua jenis bawang putih dapat berbunga (Rukmana, 1995)

Kadar dan kandungan gizi bawang putih terdiri dari zat organis : Protein, Lemak, dan hidrat arang, di samping mengandung zat-zat hara seperti kalsium, fosfor, besi, vitamin, dan belerang. Umbi bawang putih juga mengandung ikatan asam-asam amino disebut aliin. Bila aliin ini mendapat pengaruh dari enzim allinase, alliin dapat berubah menjadi allicin. Allicin terdiri dari beberapa jenis sulfida, dan paling banyak adalah allyl sulfide. Bila allicin bertemu dengan vitamin B1, akan membentuk ikatan allithiamine (Dalimartha, 1999)

Ekstrak bawang putih dapat berfungsi sebagai penolak kehadiran serangga (repelen) (Novizan, 2002). Ekstrak bawang putih efektif untuk mengendalikan beberapa hama (Subiakto, 2002). Pestisida dari bawang putih juga berfungsi untuk mengusir keong, siput dan bekicot, bahkan mampu membasmi siput dengan merusak sistem syaraf. Minyak bawang putih mengandung komponen aktif bersifat asam (Port,2000)

Aplikasi ekstrak bawang putih ( Allium sativum) dengan konsentrasi 3 ppm dalam pelarut aquades menghasilkan persentase kematian larva Culex pipiens sebesar 93,60 persen, dalam pelarut etanol sebesar 92,0 sedangkan dalam pelarut metanol 96,8 persen (Amiranti, 2005).


METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kompleks Fakultas Pertanian Univer-sitas Iskandar Muda, Banda Aceh. Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Oktober 2009 sampai Desember 2009.

Bahan dan Alat Penelitian
Penelitian ini menggunakan bahan-bahan antara lain adalah eks-trak bawang putih, aquades, batang bambu, kawat ikat, paku dan ember. Alat-alat yang digunakan adalah gergaji, parang, cangkul, martil, ka-kaktua, gembor, timbangan analitis, alat takar, termometer,dan gayung.

Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial. Faktor yang diteliti adalah perlakuan ekstrak bawang putih dengan 4 taraf konsentrasi yaitu :
B 1 : 5 cc ekstrak bawang dicampur dengan 95 ml air
B2: 10 cc ekstrak bawang dicampur dengan 90 ml air
B3: 15 cc ekstrak bawangdicampur dengan 85 ml air
B4: 20 cc ekstrak bawangdicampur dengan 80 ml air

Pelaksanaan Penelitian Persiapan ekstrak bawang putih
Umbi bawang putih mula-mula dibersihkan, dikupas kulit luarnya, kemudian ditumbuk dan diblender sesuai dengan perlakuan, selanjutnya, diperas dan diendapkan selama 48 jam. Ekstrak yang telah terpisah dengan bungkilnya ini digunakan sebagai bahan yang diuji sesuai perlakuan.

Pembiakan keong mas
Untuk mendapatkan keong mas yang seragam, dilakukan pemurnian pembiakan dalam ember kurungan, yaitu dengan mengambil telur keong mas dari lapangan, kemudian dipelihara sampai menetas. Setelah mencapai besar maksimum (dewasa), keong mas diseleksi dengan kriteria ukuran diameter cangkang yang sama. Selanjutnya, keong mas diambil 20 pasang yang dipisahkan dalam 20 ember percobaan. Setiap ember mendapat 2 ekor (sepasang) sehingga jumlah seluruhnya 40 ekor. Sebelum aplikasi ekstrak bawang putih dilakukan, diperlukan waktu selama 7 hari untuk proses adaptasi, dan selama dalam proses ini keong mas diberi makan daun pepaya.

Aplikasi pestisida bawang putih
Aplikasi dilakukan setelah keong mas diinvestasi ke dalam wadah percobaan yang telah berisi air sesuai dengan volume penelitian. Selanjutnya ekstrak bawang putih dimasukkan sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan.

Pengamatan
Peubah yang diamati adalah laju konsumsi, mortalitas, dan rata-rata kecepatan waktu kematian.

1.  Penghambatan makan
Pengamatan penghambatan makan dilakukan 3 hari sekali. Pengamatan dilakukan dengan mengukur berat daun awal dan berat daun akhir dengan menggunakan neraca digital kemudian dimasukkan ke rumus.
Persentase Penghambatan Makan = 1  YX  x 100%
X = Berat Akhir
Y = Berat Awal

2. Mortalitas keong mas
Mortalitas keong mas diamati setelah 3, 6, 9, 12 hari aplikasi ekstrak bawang putih sampai keong mati seluruhnya dengan rumus:


a
 


b
 
Mortalitas    =  --------- x 100 %



Keterangan:
a = Jumlah keong yang mati
 b = Jumlah keong yang diinves-tasikan.

3. Kecepatan waktu kematian
waktu kematian keong mas adalah jangka waktu yang dibutuhkan oleh molusisida sampai menimbulkan efek letal pada keong mas. Waktu kematian keong mas bervariasi dari keong mas dengan keong mas yang lain. Dengan demikian, pengamatan dilakukan terhadap estimasi rata-rata hari kematian keong mas dengan mengamati jumlah keong mas mati yang terlebih dahulu mencapai angka 100 persen, kemudian dikomulatifkan pada saat terakhir dengan menggunakan formula:


A
Waktu
1
2
3
4



Pengamata









n (WP)








B
Jumlah









Sampel









Yang









mati(JSM)








C
Kumulatif






∑KSM


Jumlah









Sampel









Mati









(KSM)








D
Estimasi






E


(E)








E
Rata-rata









Kecepatan
R    
∑E



Waktu
∑KSM









Kematian









(R)




















Keterangan :

WP = waktu pengamatan adalah waktu yang ditentukan untuk pengamatan dimulai setelah aplikasi

JSM = Jumlah sampel mati adalah hasil pengamatan terhadap keong mas yang mati

KSM = Kumulatif jumlah sampel mati adalah pertambahan kematian secara kumulatif pada setiap pengamatan (data dijumlahkan)

E = Angka peluang kemungkinan besarnya kematian (E=WP x KSM)

R = Angka rata-rata yang dipero-leh untuk waktu kematian

R = E/KSM








HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Penghambatan Makan
Hasil penelitian terhadap persentase penghambatan makan keong mas pada pengamatan 3, 6, 9, dan 12 hari setelah aplikasi dapat dilihat pada Tabel 1.


Tabel 1. Persentase penghambatan makan keong mas pada 3, 6, 9, dan 12 HSA
Perlakuan

% Penghambatan Makan


3
6
9
12
B1
0,50 a
26,82 a
48,75 a
49,70 a
B2
2,42 b
33,44 ab
49,17 a
49,92 a
B3
3,33 c
36,61 bc
49,21 ab
81,15 b
B4
4,75 d
43,36 c
49,88 b
98,73 c
BNT0.05
0,39
9,29
0,67
14,59

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada α 0.05

Dari Tabel 1 di atas, terlihat bahwa perlakuan konsentrasi bawang putih memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap penghambatan makan keong mas. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak bawang putih yang diberikan semakin tinggi pula persentase penghambatan makan keong mas. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat kepekatannya semakin tinggi bahan aktif yang dikandungnya, dengan demikian semakin tinggi pula daya bunuhnya.Novizan, 2002 dan Port, 2000 menyatakan bahwa bawang putih dapat mengendalikan hama karena mengandung aliin dan enzim allinase. Bila aliin ini mendapat pengaruh dari enzim allinase, alliin dapat berubah menjadi allicin. Allicin terdiri dari beberapa jenis sulfida, dan paling banyak adalah allyl sulfide, sehingga keong berhenti makan(sebagaiantifeedant)







Mortalitas Keong Mas
Hasil penelitian terhadap mortalitas keong mas pada pengamatan 3, 6, 9, dan 12 hari setelah aplikasi dapat dilihat pada Tabel 2.


Tabel 2. Mortalitas keong mas pada 3, 6, 9, dan 12 HSA
Perlakuan

Mortalitas Keong Mas



3
6

9
12

B1
0,00
30,71
a
44,07 a
44,80
a
B2
0,00
34,55
a
44,50 b
44,89
a
B3
0,00
35,93
a
44,57 bc
86,09  b
B4
0,00
42,01 b
44,94 c
90,00
c
BNT0.05
-
5,51

0,42
1,67

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada α
0.05


Dari Tabel 2 di atas, terlihat bahwa pada pengamatan 3 hari setelah aplikasi, pemberian ekstrak bawang putih belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas keong mas. Namun, pada 6, 9 dan 12 hari setelah aplikasi, ternyata reaksinya sangat cepat terhadap mortalitas keong mas dan sangat dipengaruhi oleh tingkat konsentrasi. Hal ini membuktikan bahwa semakin besar konsentrasi yang diberikan semakin banyak pula keong yang mengalami kematian. Sebagaimana pendapat Keawjam (1986) yang menyatakan bahwa allicin adalah turunan dari sulfida yang bersifat racun perut (stomach poison), merupakan racun yang mem-bunuh organisme sasaran apabila masuk ke dalam organ pencernaan dan diserap oleh dinding usus. Selanjutnya, senyawa tersebut dibawa oleh cairan tubuh (haemolymph) ke tempat sasaran yang paling sensitif dan dapat mematikan  yaitu sistem syaraf Neuron System). Ditambahkan oleh Panjaitan dan Silalahi (1992), yang menyatakan bahwa diallyl sulfida termasuk dalam golongan yang cara kerjanya mirip dengan senyawa yang berbahan aktif seperti organophospat. Zat ini bila masuk ke dalam tubuh akan menghambat atau memblokir kerja enzim cholinestrase pada synap dan ganglion pada terminal susunan syaraf pusat (cerebral). Ditambahkan oleh Port (2000), pestisida dari bawang putih juga berfungsi untuk mengusir keong, siput dan bekicot, bahkan mampu membasmi siput dengan merusak sistem syaraf. Minyak bawang putih mengandung komponen aktif bersifat asam.


Kecepatan Waktu Kematian

Hasil penelitian terhadap rata-rata waktu kematian keong mas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata kecepatan mati keong mas pada 3, 6, 9 dan 12 HSA


Kecepatan mati (hari)

Perlakuan
3
6
9
12
B1
-
3,38
3,38
3,20
B2
-
3,37
3,20
3,20
B3
-
3,20
3,20
2,80
B4
-
3,20
3,20
1,63


Dari Tabel 3 di atas rata-rata, terlihat bahwa kecepatan mati keong mas didominasi oleh tingkat konsentrasi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan aktif yang terdapat pada perlakuan bawang putih 20 cc ekstrak bawang dicampur dengan 80 ml air, semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mengendalikan atau mematikan. Artinya, konsentrasi bahan aktif yang lebih pekat seperti diallyl sulfida yang terkandung dalam bawang putih lebih efektif untuk mengendalikan keong. Sesuai dengan pendapat Subiakto, (2002), bahwa ekstrak bawang putih sangat efektif untuk mengendalikan beberapa hama tanaman. Selanjutnya, menurut Sutomo (1987) komponen bioaktif yang terdapat dalam bawang putih adalah alisin, aliin, scordinin, metilalin trisulfida, saltivine, minyak atsiri. Pada kondisi normal aliin dan enzim alinase dalam keadaan non aktif. Akan tetapi, jika strukturnya dirombak, kedua zat ini akan bereaksi dan menghasilkan alicin yang sangat reaktif dan tidak stabil. Sifat ketidakstabilan inilah yang menyebabkan alicin berubah menjadi senyawa dialil sulfida, yang digolongkan sebagai pestisida sintetik organik


KESIMPULAN
Dari data diatas dapat disimpulkan bahawa :
1.    Ekstrak bawang putih dapat digunakan sebagai molusisida nabati. Ini ditandai dengan adanya pengaruhnya yang nyata terhadap penghambatan makan, mortalitas dan kecepatan mati keong mas.

2.    Konsentrasi yang efektif adalah 20 cc ekstrak bawang dicampur dengan 80 ml air.



Sumber : Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Putih Terhadapmortalitas Keong Mas// Alfian Rusdy (2010)//Jurusan Hama Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Unsyiah Banda Aceh.