Pages

Subscribe:
Powered By Blogger

Friday 20 January 2017

Perkembangan serangan jamur Phytophthora infestans

Jamur P. Infestans
Domain           : Eukaryota
Kingdom          : Chromalveolata
Phylum             : Heterokontophyta
Class                 : Oomycetes
Ordo                 : Peronosporales
Famili               : Pythiaceae
Genus              : Phytophthora
Species            : Phytophthora infestan

Jamur Phytophthora infestans termasuk salah satu jamur yang dapat merusak lingkungan terutama pada areal perkebunan kentang dan tomat karena merupakan penyebab penyakit busuk daun kentang atau tomat. atogen dapat tersebar sampai ke batang dengan sangat cepat dalam jaringan korteks yang menyebabkan kerusakan sel didalamnya. Selanjutnya, miselium tumbuh diantara isi sel batang, tetapi jarang terdapat dalam jaringan vaskuler. Miselium tumbuh menembus batang sampai ke permukaan tanah. Ketika mesilium mencapai udara disekitar bagian tanaman miselium memproduksi sporangiospor yang dapat menembus stomata dan menetap serta menyebar melalui daun. Sporangiospor akan terlepas dan menyebabkan infeksi baru, sel-sel dimana miselium berada dapat mati dan menjadi busuk, miselium menyebar luas sampai ke bagian yang sehat. Beberapa hari setelah infeksi baru, sporangiospor timbul dari stomata dan memproduksi banyak sporangia yang dapat menginfeksi tanaman baru. Selama musin hujan, sporangia terbawa sampai ke tanah. Umbi dekat permukaan tanah dapat terserang zoospore yang bertunas dan berpenetrasi pada umbi menembus lenti sel atau melalui luka alami atau luka akibat serangga dan alat pertanian
Gelaja awalnya tampak berupa bercak-bercak hijau kelabu pada permukaan bawah daun, kemudian berubah menjadi coklat tua. Semula serangannya hanya terjadi pada daun-daun bawah, lambat laun merambat ke atas dan menjarah daun-daun yang lebih muda. Bila serangan menghebat, daun yang kering akan mengeriting dan mengerut, tetapi bila keadaan udara tetap basah maka daun akan membusuk dan sering mengeluarkan bau yang tidak enak. Bila udara panas dan kelembaban tinggi perkembangan penyakit sangat cepat. Seluruh daun akan menghitam, layu dan menjalar ke seluruh batang. Dalam keadaan lembab, pada sisi bagian bawah daun akan kelihatan cendawan kelabu, yang terdiri dari conidiophores dengan konidianya. Akibatnya akan semakin parah, jaringan daun akan segera membusuk dan tanaman mati.


Luas Sebaran Jamur Phytophthora infestans 
Tabel :
Serangan Jamur Phytopthora pada tanaman Tomat






Tahun
Luas Tambah Serangan ( ha )
Jumlah
R
S
B
P
2011
40
1
0
0
41
2012
33
0
0
0
33
2013
44
0
0
0
44
2014
9
0
0
0
9
2015
6
0
0
0
6

Pengendalian Jamur Phytopthora pada tanaman Tomat






Tahun
Luas Tambah Serangan ( ha )
Jumlah
Pm
Pest
Cl

2011
0
12
0
12
2012
0
25,65
0
25,65
2013
0
14
0
14
2014
0
4
0
4
2015
0
8
0
8



 

 

 
 

Perkembangan serangan jamur Phytophthora infestans di wilayah Bali mengalami penurunan dalam jangka waktu lima tahun terkahir. Hal ini dapat dilihat dari data yang saya peroleh di BPTPH ( Balai Penyuluhan Tanaman Pangan dan Hortikultura ).



berbagai macar cara seperti
a). Kultur teknis
Pengaturan waktu tanam, penanaman varietas toleran, seperti LV 2100 dan LV 2099, penanaman tanaman perangkap tagetes (Tagetes erecta) di sekeliling tanaman tomat, sistem tumpangsari tomat dengan jagung dapat mengurangi serangan H. armigera.
b). Pengendalian fisik / mekanis
Mengumpulkan dan memusnahkan buah tomat yang terserang H. armigera, pemasangan perangkap feromonoid seks untuk ngengat H. armigera sebanyak 40 buah / ha.
c). Pengendalian hayati
Pemanfaatan musuh alami seperti : parasitoid telur H. armigera yaitu Trichogramma sp., parasitoid larva yaitu Eriborus argenteopilosus, dan virus HaNPV sebagai patogen penyakit larva H. armigera.
d). Pengendalian kimiawi
Bila ditemukan ulat buah ≥ 1 larva / 10 tanaman contoh, dapat diaplikasikan insektisida yang efektif dan diizinkan, antara lain piretroid sintetik (sipermetrin, deltametrin), IGR (klorfuazuron), insektisida mikroba (spinosad), dan patogen penyakit serangga H.armigera HaNPV 25 LE.

Wereng Hijau (Nephotettix virescens)



Wereng Hijau (Nephotettix virescens)
Wereng hijau (Nephotettix virescens) adalah wereng daun, Peranan wereng hijau dalam sistem pertanaman padi menjadi penting oleh karena wereng hijau merupakan vektor penyakit tungro, yang merupakan salah satu penyakit virus terpenting di Indonesia.Kemampuan wereng hijau sebagai penghambat dalam sistem pertanian padi sangat tergantung pada penyakit virus tungro. Sebagai hama, wereng hijau banyak ditemukan pada sistem sawah irigasi teknis, ekosistem tadah hujan, tetapi tidak lazim pada ekosistem padi gogo. Wereng hijau menghisap cairan dari dalam daun bagian pinggir, tidak menyukai pelepah, ataupun daun-daun bagian tengah.Wereng hijau menyebabkan daun-daun padi berwarna kuning sampi kuning orange, mengakibatkan penurunan jumlah anakan, dan pertumbuhan tanaman yang terhambat (memendek).Pemupukan unsur nitrogen yang tinggi sangat memicu perkembangan wereng hijau (Baehaki, 1992). Tanda tanaman padi terserang adalah adanya kulit-kulit nimfa pada daun-daunnya (Pracaya, 2003)
Klasifikasi sbb:
Phylum : Arthropoda
Klass : Insecta
Ordo : Homoptera
Family : Euscellidae
Genus :Nephotettix
Spesies :Nephotettix virescens.

Sebaran : Wereng hijau  tersebar luas di beberapa negara, yaitu India, Thailand, Srilanka, Bangladesh, Burma, Laos, Malaysia, Vietnam Selatan, Cina, Taiwan, Jepang, Filipina dan Indonesia.
Gejala serangan :Wereng hijau menghisap cairan dari tanaman yang menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat. Nimfa instar awal makannya sangat sedikit sehingga menyebabkan kerusakan kecil pada tanaman. Tanaman akan mengalami kerusakan bila terdapat banyak nimfa instar akhir dan imago pada tanaman, karena terhisapnya unsur-unsur hara dan cairan tanaman.
Ekologi dan Morfologi :Pertumbuhan dan fluktuasi populasi serangga pembawa virus atau serangga pada umumnya ditentukan oleh interaksi antar faktor intrinsik pada serangga dan adanya faktor lingkungan yang efektif. Faktor intrinsik adalah faktor bawaan atau genetik yang menentukan besarnya potensi pertumbuhan populasi, sedang faktor linglungan efektif meliputi cuaca makanan, tempat berlindung dan hewan atau organisme lain termasuk predator, parasit dan penyakit. Secara langsung dan tidak langsung, iklim berpengaruh terhadap brbagai aspek kehidupan serangga dan perilaku sehingga menentukan populasi serangga, dan berpengaru terhadap populasi terutama pada tingkat kelahiran, kematian, pertambahan jumlah dan penyebaran serangga. Faktor - faktor iklim yang penting peranannya dalam berbagai kehidupan serangga, yaitu, suhu, kelembaban nisbi udara penguapan,  angin dan fotoperioditas.
Biologi :Perkembangan wereng hijau dari telur sampai dewasa melalui 3 stadia yaitu telur, larva dan imago (dewasa) dengan metamorphosis paurometabola.
Telur :Telur wereng hijau berbentuk bulat memanjang dan agak meruncing pada kedua ujungnya. Telur yang baru diletakkan berwarna bening, kemudian menjadi putih kekuning-kuningan.Pada umur 2 atau 3 hari dua bintik merah mulai tampak pada salah satu ujungnya.Bintik tersebut lebih nyata pada umur yang lebih tua dan ini merupakan mata fase embrio (Fachruddin, 1980).Serangga betine bertelur pada siang hari.Telur-telur diletakkan pada ibu tulang daun atau di pelepah daun.Stadia telur wereng hijau tergantung pada keadaan fisik tumbuhan terutama suhu.Masa inkubasi telur antara 6 – 10 hari. Perkembangan 29º - 35ºC, dengan masa inkubasi 6,3 - 7,3 hari. Pada suhu yang lebih rendah masa inkubasi bertambah lama.Sebagian besar telur menetas diwaktu pagi antara pukul 06.00 sampai 12.00, namun pada suhu rendah (20ºC) waktu penetasan telur tersebar dari pagi sampai sore hari (Gallagher, 1991).
Nimfa :Nimfa N. virescens terdiri atas 5 instar yang berlangsung keseluruhannya selama 13-18 hari. Nimfa muda berwarna putih kekuningan.Setelah berganti kulit warnanya menjadi kuning atau hijau kekuningan hingga hijau terang. Setiap kali akan berganti kulit nimfa tidak aktif dan tetap pada tempatnya. Nimfa dari telur yang menetas akan segera bergerak menuju ke bagian atas tanaman dan berkumpul pada bagian bawah daun tua. Pada instar ke-2 dan seterusnya nimfa-nimfa tersebut merata pada daun padi. Pada tanaman yang layu nimfa berkumpul pada bagian pangkal pelepah daun (Hibino, 1987).
Imago (Dewasa) :Wereng hijau yang baru menjadi dewasa berwarna kekuning-kuningan. Warna tersebut secara bertahap berubah menjadi hijau kekuning-kuningan yang akhirnya berubah menjadi hijau dalam waktu ± 3 jam.Wereng hijau menjadi dewasa pada waktu pagi.Imago jantan dan betina dapat hidup sampai 20 hari. Imago wereng hijau mempunyai tanda pada sayap bagian bawah yang lebih hitam dibanding dengan yang lain. Wereng hijau betina dapat menghasilkan telur sampai 300 butir. Produksi telur wereng hijau yang tertinggi terjadi pada suhu antara 29º- 33º C. Pada suhu 20º C imago betina mati sebelum bertelur, sedangkan pada suhu 35º C produksi telur rata-rata rendah karena masa imago leih pendek pada suhu itu (Fachruddin, 1980)
v Menyebarkan (Vektor) Virus Tungro Oleh Wereng Hijau
Tungro adalah satu dari penyakit padi yang paling merusak di Asia Tenggara dan Asia Selatan.Epidemik penyakit ini telah terjadi sejak pertengahan tahun 1960an. Malai yang terserang jarang menghasilkan gabah, menjadi pendek dan steril atau hanya sebagian yang berisi dengan gabah yang berubah warna. Pembungaan tanaman sakit tertunda dan pembentukan malai sering tidak sempurna.

           
penyakit tungro ini disebabkan oleh virus, Penyebaran serangan penyakit ini sangat cepat karena dibantu oleh vektor (serangga penular) yaitu wereng hijau (Nephotettix virescens dan N. nigropictus). Adapun gejala / tanda kerusakan yang ditimbulkan dari penyakit ini adalah :
Gejala serangan awal di lahan biasanya khas dan menyebar secara acak.Daun padi yang terserang virus tungro mula-mula berwarna kuning orange dimulai dari ujung-ujung, kemudian lama-kelamaan berkembang ke bagian bawah dan tampak bintik-bintik karat berwarna hitam. Bila keadaan ini dibiarkan jumlah anakan padi akan mengalami pengurangan, tanaman menjadi kerdil, malai yang terbentuk lebih pendek dari malai normal selain itu banyak malai yang tidak berisi (hampa) sehingga tidak bisa menghasilkan. Seperti halnya wereng coklat, penyebaran penyakit ini juga sangat cepat. Cepatnya perkembangan penyakit tungro disebabkan antara lain oleh : cepatnya perkembangan serangga penular (wereng hijau), masih dilakukannya penanaman bibit padi yang tidak diketahui asal usul dan kesehatannya, terutama dari daerah endemis tungro, (adanya penanaman varietas tidak tahan tungro yang didukung pola tanam tidak teratur, dan para petani masih enggan melakukan pemusnahan (eradikasi) pada tanaman yang terkena serangan tungro akibatnya tanam padi sehat yang lain ikut terkena penyakit ini.
           
Menurut Hibino dan Cabauatan (1987), proses penularan virus tungro oleh Nephotettix virescens, melibatkan senyawa kimia komponen pembantu (helper component) yang berperan mengikat partikel virus. Kemampuan vektor dalam menularkan virus tungro bersifat individual, sehingga tidak semua anggota dalam populasi mernjadi vektor yang kompeten (Gray dan Banerjee, 1999) Jauh sebelumnya, Ling (1972) menyatakan, bahwa di antara anggota populasi Nephotettix virescens terdapat kelompok individu penular aktif (active transmitters) dan individu bukan penular (nontransmitters). Penular aktif adalah individu yang dapat menularkan virus setelah makan akuisisi.Individu penular aktif diduga memiliki karakter berbeda dengan individu bukan penular, namun perbedaan tersebut masih belum diketahui.Karakterisasi N. virescens penular aktif belum tentu cukup menggunakan sifat morfologi.

            Penularan penyakit tungro pada padi bersumber dari singgang (sisa tanaman padi setelah dipanen) dan rumput-rumput yang berada di sekitar tanaman padi.Virus tungro ini dibawa oleh wereng hijau dengan menghisap tanaman sakit dan me-nyebarkannya melalui jaringan tanaman padi. Penularan penyakit oleh wereng hijau ini berlangsung secara non persisten, yaitu segera terjadi dalam waktu 2 jam setelah menghisap tanaman, dan menimbulkan tanda serangan setelah 6 – 9 hari kemudian. Selain wereng hijau dewasa, nimfa (larva) dari serangga ini pun dapat menularkan virus tungro. Virus ini tidak dapat ditularkan melalui : telur wereng hijau, biji padi, atau gesekan antara tanaman sehat dengan tanaman sakit.
v Langkah Pengendalian
            Untuk mengendalikan penyakit tungro dapat dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Mengatur  pola tanam pada areal padi dengan melakukan pergiliran tanamn bukan padi untuk memutus siklus hidup wereng hijau dan meniadakan sumber penyakitnya.
2.      Melakukan pengolahan tanah sesegera mungkin setelah pemanenan. Hal ini dimaksudkan untuk memusnahkan singgang tanaman padi sebagai inang vektor.
3.      Menanam varietas tahan penyakit tungo. Saat ini ada beberapa varietas padi yang tahan terhadap serangan tungro diantaranya : IR-50, IR-64, Citanduy, Dodokan, IR –66, IR-70, Barumun, kelara, memberamo, IR-36, IR-42, Semeru, Ciliwung , Kr. Aceh, Sadang, Cisokan, Bengawan , Citarum dan terakhir adalah serayu. Pengendalian akan lebih efektif bila dilakukan pergiliran varietas setiap menanam padi.
4.      Mengupayakan penanaman secara serempak dalam satu hamparan.
5.      Melakukan pemantauan secara terjadwal sejak awal dimulai di singang-singgang sehabis panen, dilanjutkan pada persemaian dan tanaman muda (saat tanaman kritis umur 2-6 minggu setelah tanam), khususnya di daerah endermis tungro. Hasil pengamatan dibahas dalam kelompok guna menentukan gerakan pengendalian.
6.      Pada saat persemaian benih disebar paling cepat 5 hari setelah pengolahan tanah, mengingat virus tungro yang ada di singgang dan tubuh wereng hijau telah hilang setelah periode waktu tersebut. Kemudian pada daerah kronis tungro sebelum melakukan penyebaran benih sebaiknya tanah diberi insktisida bahan aktif carbofuran sebanyak 4 kg/500 m2 dengan cara dibenamkan bersamaan dengan pengolahan tanah. Bibit sebaiknya tidak menggunakan dari daerah yang terdapat serangan tungro. Bibit yang terinfeksi tungro harus dicabut dan kemudian dimusnahkan dengan cara dibenamkan ke dalam tanah. Kemudian melakukan penyemprotan dengan insektisida anjuran bila populasi vektor (wereng hijau) mencapai 20 ekor per 25 ayunan jaring.
7.      Pengendalian saat tanaman muda. Pengendalian dilakukan dengan mengatur saat tanam sedemikian rupa agar saat populasi wereng hijau tinggi, tanaman padi sudah berumur lebih 60 HST. Selain itu dilakukan eradikasi selektif secara kesinambungan dan melakukan penyemprotan insktisida anjuran bila populasi wereng hijau minimal 3 ekor per 25 ayunan jaring. 
2. Wereng Punggung Putih (Sogatella furcifera Horvath)

Wereng Punggung Putih atau disebut juga whitebacked planthopper telah dikenal di Indonesia. Wereng ini melebar luas di wilayah Palaeartik (Jepang, Korea, dan Unisoviet) Indonesia, Malaysia, Vietnam, Filipina, wilayah Australia dan wilayah Neotropika (Brazil) (Baehaki, 1992) 15
Adapun yang menjadi ciri khas wereng punggung putih adalah pada stadia dewasa punggungnya berwarna putih. Ciri-ciri lainnya adalah :
1. Waktu muda berwarna coklat, dewasanya berwarna keputih-putihan
2. Serangga dewasa berukuran panjang 4-4.5 mm dan lebar 2.5–3 mm
3. Telurnya lonjong dan diletakkan di dalam jaringan pelepah daun
4. Sejak menetas sampai dewasa binatang ini terus menimbulkan kerusakan .