PENDAHULUAN
Keong mas (Pomacea
canali-culata) di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1981 di
Jogyakarta. Keong mas ini pada mulanya diintroduksi ke Indonesia untuk
dibudidayakan, baik sebagai ikan hias atau dijadikan komoditas ekspor. Namun,
dalam beberapa tahun perkembangannya sangat cepat dan pesat hingga tidak
terkendali, sehingga berkembang secara liar dan hidup bebas di tempat-tempat
genangan air dan akhirnya sampai ke sawah-sawah dan berubah status menjadi hama
(Balai Informasi Pertanian, 1992).
Pengendalian
keong mas yang telah banyak dilakukan umumnya mencakup penanganan secara
mekanis dan kultur teknis. Pengendalian secara mekanis antara lain melalui
penggunaan penghalang dari plastik
yakni pada saat pembibitan di persemaian, pema-sangan kawat kasa atau jalinan
bambu atau lidi di tempat masuk dan keluarnya air irigasi dari petak sawah
untuk mencegah masuk dan keluarnya keong mas ke persawahan, memusnahkan keong
atau kelompok telur sehingga siklus hidupnya akan terputus dan secara bertahap
populasinya akan tertekan (Panjaitan dan Silalahi, 1992)
Pestisida
juga banyak digunakan untuk pengendalian keong mas ini. Pada awalnya pemakaian
pestisida tidak dirasakan sebagai penyebab gangguan pada ling-kungan. Namun,
peningkatan jumlah dan jenis hama yang diikuti dengan peningkatan pemakaian
pestisida menimbulkan banyak masalah. Pemakaian pestisida dapat mem-bunuh hama
tanaman, namun di sisi lain dapat menimbulkan kerugianseperti pencemaran
lingkungan, keracunan pada pengguna dan residu pada komoditas pangan serta
resistensi hama (Haryanti, dkk., 2006).
Menurut
Sunaryo, 1989 dalam Muhni, 2003. Usaha pengendalian secara kimia
dengan molusisida sintetik membawa dampak negatif terhadap lingkungan, terutama
bagi organisme non target dan harganya relatif mahal. Salah satu dampak
negatifnya adalah terjadinya keracunan pada petani dan hewan ternak. Oleh
karena itu, diperlukan suatu alternatif pengen-dalian yang ramah lingkungan
agar petani tidak tergantung pada pestisida sintetis dan penggunaannya
diminimalkan.
Salah
satu alternatif adalah penggunaan pestisida nabati. Hal ini dilakukan atas
dasar pertimbangan pemanfaatan potensi flora alam yang banyak ditemui di
sekitar manusia dan kebijakan pengendalian organis-me pengganggu tanaman yang
lebih menekankan pada pendekatan ter-hadap pengelolaan ekosistem dengan tetap
mempertahankan kelestarian lingkungan.
Pestisida
nabati atau juga disebut dengan pestisida alami yaitu pestisida yang berasal
dari tum-buhan merupakan salah satu pestisida yng dapat digunakan untuk mengendalikan serangan hama dan penyakit
tanaman. Pestisida ini berbahan aktif tunggal atau majemuk dapat berfungsi
sebagai penolak anti pemandul pembunuh dan pembentuk lainnya . di alam terdapat
dari 1000 spesies tumbuhanyang mengandung insektisida ,lebih dari 380 spp
mengandung zat pencegah makan (antifeedant),
lebih dari 270 spp mengandung zat penolak (repellent), lebih dari
35 spp mengandung akarisida dan lebih dari 30 spp mengandung zat penghambat
pertum-buhan (Susetyo dkk, 2008).
Salah
satu tumbuhan penghasil pestisida alami adalah tanaman bawang putih. Bahan
aktif bawang putih juga tidak berbahaya bagi manusia dan hewan. Selain itu,
residunya mudah terurai menjadi senyawa yang tidak beracun, sehing-ga aman atau
ramah bagi lingkungan. Tanaman bawang putih sangat potensial sebagai pestisida
biologi dalam program Pengendalian Hama Terpadu (PHT), untuk mengurangi dan
meminimalkan penggunaan pestisida sintetis (Iptek net, 2002).
Dosis
yang pernah dicobakan untuk bawang putih pada konsentrasi ekstrak umbi bawang
putih 7 persen dapat menyebabkan turunan pertama Sitophilus zeamays tidak
keluar (Andriana, 1999)
Berdasarkan
permasalahan di atas, penggunaan senyawa aktif dari hewan maupun tumbuhan
seperti serbuk bawang putih perlu diteliti efeknya terhadap keong mas (Pomacea
canaliculata)
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak ba-wang putih (Allium
sativum) pada berbagai konsentrasi untuk mengen-dalikan keong mas (Pomacea
canaliculata)
Morfologi Keong Mas
Keong mas (Pomacea
canaliculata) tergolong dalam famili Ampullaridae dan ordo
Mesogas-tropoda (Andrew, 1904; Pennah, 1978 dalam Pitojo,1996). Spesies yang lain adalah P.
lineata dan P. glauca (Grist, 1975).
Menurut
pengamatan di Laboratorium Balitbang Zoologi, keong mas ada empat spesies yang
masing-masing terdiri dari (Pitojo, 1996).
1. Cangkang
kuning kehijauan bergaris-garis hitam, menaranya relatif tinggi dan terkenal
dalam, telurnya merah jambu seperti buah murbei
2. Cangkang
kuning kehijauan tidak bergaris, menaranya rendah dan kanalnya tidak dalam,
telurnya berwarna merah jambu
3. Cangkang
kuning bersih, menaranya rendah dan kanalnya tidak dalam, telurnya berwarna
merah jambu
4. Cangkang
berwarna kuning keemasan, menaranya tinggi seperti tangga dan kanalnya tidak
dalam, telur berwarna putih kecokelatan.
Dari
keempat spesies keong mas tersebut, yang berpotensi sebagai hama adalah keong
mas dengan ciri-ciri cangkangnya relatif kuat dan keras (khususnya pada saat
dewasa). Lingkaran (ubin) cangkang terdiri dari lima sampai enam buah
dipisahkan dengan kedalaman yang disebut suture, bukaan cangkang (aperture)
berbentuk panjang dan hampir bulat. Keong mas jantan memiliki aperture lebih
bulat dari betina. Ukuran cangkang bervariasi dengan lebar 4-6 cm dan tinggi
4,5-7,5 cm. Operculum (tutup cangkang) umumnya tebal dan strukturnya
berpusat di pusat cangkang. Oper-culum dapat ditarik masuk ke dalam aperture
(Keawjam, 1986).
Pada
bagian kepala keong mas terdapat sepasang tentakel panjang berpangkal di
atas kepala. Kedua ujung tentakel terdapat indra peraba. Sepasang tentakel
pendek berpangkal di dekat mulut sebagai indera peraba dan pembau. Pada bagian
bawah kepala terdapat organ mulut, yang terdapat banyak gigi khitin dan
lidah perut, disusun oleh otot-otot segmental bergerak dengan
menggunakan otot-otot secara bergelembung dan dibantu ekskresi lendir (Pitojo,
1996).
Keong
mas adalah salah satu spesies dari gastropoda yang tidak hermaprodith.
Hewan ini berkelamin tunggal yaitu kelamin jantan dan betina. Keong mas
jantan ditandai dengan ukuran relatif kecil, apabila menutup letak tutup
cangkang tidak terlalu ke dalam rongga, sedangkan keong mas betina ditandai
dengan ukuran relatif lebih besar dibandingkan keong mas jantan dan apabila
menutup letak tutup cangkang agak
ke dalam rongga cangkang (Pitojo, 1996)
Tanaman Bawang Putih
Bawang putih termasuk
jenis tanaman umbi lapis. Sebuah umbi bawang putih terdiri atas 8-20 siung
(anak bawang). Antara siung yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh kulit
tipis dan liat, sehingga membentuk satu kesatuan yang rapat. Akar bawang putih
berbentuk serabut dengan panjang maksimum 10 cm. Akar yang tumbuh pada batang
pokok rudimenter (tidak sempurna) berfungsi sebagai pengisap makanan.
Daunnya panjang, pipih dan tidak berlubang, banyaknya daun 7 – 10 helai
pertanaman. Bentuk bunga bawang putih adalah bunga majemuk dan dapat membentuk
bawang. Bawang tersebut tidak biasa di gunakan untuk pembiakan, memang tidak
semua jenis bawang putih dapat berbunga (Rukmana, 1995)
Kadar
dan kandungan gizi bawang putih terdiri dari zat organis : Protein, Lemak, dan
hidrat arang, di samping mengandung zat-zat hara seperti kalsium, fosfor, besi,
vitamin, dan belerang. Umbi bawang putih juga mengandung ikatan asam-asam amino
disebut aliin. Bila aliin ini mendapat pengaruh dari enzim
allinase, alliin dapat berubah menjadi allicin. Allicin terdiri
dari beberapa jenis sulfida, dan paling banyak adalah allyl sulfide.
Bila allicin bertemu dengan vitamin B1, akan membentuk ikatan
allithiamine (Dalimartha, 1999)
Ekstrak
bawang putih dapat berfungsi sebagai penolak kehadiran serangga (repelen)
(Novizan, 2002). Ekstrak bawang putih efektif untuk mengendalikan beberapa hama
(Subiakto, 2002). Pestisida dari bawang putih juga berfungsi untuk mengusir
keong, siput dan bekicot, bahkan mampu membasmi siput dengan merusak sistem
syaraf. Minyak bawang putih mengandung komponen aktif bersifat asam (Port,2000)
Aplikasi
ekstrak bawang putih ( Allium sativum) dengan konsentrasi 3 ppm
dalam pelarut aquades menghasilkan persentase kematian larva Culex pipiens
sebesar 93,60 persen, dalam pelarut etanol sebesar 92,0 sedangkan dalam pelarut
metanol 96,8 persen (Amiranti, 2005).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di kompleks Fakultas Pertanian Univer-sitas Iskandar Muda,
Banda Aceh. Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Oktober 2009 sampai Desember
2009.
Bahan dan Alat Penelitian
Penelitian
ini menggunakan bahan-bahan antara lain adalah eks-trak bawang putih, aquades,
batang bambu, kawat ikat, paku dan ember. Alat-alat yang digunakan adalah
gergaji, parang, cangkul, martil, ka-kaktua, gembor, timbangan analitis, alat
takar, termometer,dan gayung.
Rancangan Penelitian
Penelitian
ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial. Faktor yang
diteliti adalah perlakuan ekstrak bawang putih dengan 4 taraf
konsentrasi yaitu :
B 1 : 5 cc ekstrak bawang dicampur
dengan 95 ml air
B2: 10 cc ekstrak bawang dicampur
dengan 90 ml air
B3: 15 cc ekstrak bawangdicampur
dengan 85 ml air
B4: 20 cc ekstrak bawangdicampur
dengan 80 ml air
Pelaksanaan
Penelitian Persiapan ekstrak bawang putih
Umbi bawang
putih mula-mula dibersihkan, dikupas kulit luarnya, kemudian ditumbuk dan
diblender sesuai dengan perlakuan, selanjutnya, diperas dan diendapkan selama
48 jam. Ekstrak yang telah terpisah dengan bungkilnya ini digunakan
sebagai bahan yang diuji sesuai perlakuan.
Pembiakan keong mas
Untuk
mendapatkan keong mas yang seragam, dilakukan pemurnian pembiakan dalam ember
kurungan, yaitu dengan mengambil telur keong mas dari lapangan, kemudian
dipelihara sampai menetas. Setelah mencapai besar maksimum (dewasa), keong mas
diseleksi dengan kriteria ukuran diameter cangkang yang sama. Selanjutnya,
keong mas diambil 20 pasang yang dipisahkan dalam 20 ember percobaan. Setiap
ember mendapat 2 ekor (sepasang) sehingga jumlah seluruhnya 40 ekor. Sebelum
aplikasi ekstrak bawang putih dilakukan, diperlukan waktu selama 7 hari untuk
proses adaptasi, dan selama dalam proses ini keong mas diberi makan daun
pepaya.
Aplikasi pestisida bawang putih
Aplikasi
dilakukan setelah keong mas diinvestasi ke dalam wadah percobaan yang telah
berisi air sesuai dengan volume penelitian. Selanjutnya ekstrak bawang putih
dimasukkan sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan.
Pengamatan
Peubah
yang diamati adalah laju konsumsi, mortalitas, dan rata-rata kecepatan waktu
kematian.
1.
Penghambatan makan
Pengamatan penghambatan
makan dilakukan 3 hari sekali. Pengamatan dilakukan dengan mengukur berat daun
awal dan berat daun akhir dengan menggunakan neraca digital kemudian
dimasukkan ke rumus.
Persentase Penghambatan Makan = 1 YX x 100%
X
= Berat Akhir
Y
= Berat Awal
2. Mortalitas keong mas
Mortalitas keong mas
diamati setelah 3, 6, 9, 12 hari aplikasi ekstrak bawang putih sampai keong
mati seluruhnya dengan rumus:
|
|
Keterangan:
a = Jumlah keong
yang mati
b = Jumlah keong yang diinves-tasikan.
3. Kecepatan waktu kematian
waktu kematian keong mas adalah jangka waktu yang dibutuhkan
oleh molusisida sampai menimbulkan efek letal pada keong mas. Waktu kematian
keong mas bervariasi dari keong mas dengan keong mas yang lain. Dengan
demikian, pengamatan dilakukan terhadap estimasi rata-rata hari kematian keong
mas dengan mengamati jumlah keong mas mati yang terlebih dahulu mencapai angka
100 persen, kemudian dikomulatifkan pada saat terakhir dengan menggunakan formula:
A
|
Waktu
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
|
|||
|
Pengamata
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
n
(WP)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
B
|
Jumlah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sampel
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Yang
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
mati(JSM)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
C
|
Kumulatif
|
|
|
|
|
|
|
∑KSM
|
|
|
|
Jumlah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sampel
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Mati
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
(KSM)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
D
|
Estimasi
|
|
|
|
|
|
|
∑E
|
|
|
|
(E)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
E
|
Rata-rata
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Kecepatan
|
R
|
∑E
|
|
|
|||||
|
Waktu
|
∑KSM
|
|
|
||||||
|
|
|
|
|
||||||
|
Kematian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
(R)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Keterangan :
WP = waktu
pengamatan adalah waktu yang ditentukan untuk pengamatan dimulai setelah
aplikasi
JSM = Jumlah sampel
mati adalah hasil pengamatan terhadap keong mas yang mati
KSM = Kumulatif jumlah
sampel mati adalah pertambahan kematian secara kumulatif pada setiap pengamatan
(data dijumlahkan)
E = Angka peluang
kemungkinan besarnya kematian (E=WP x KSM)
R = Angka rata-rata
yang dipero-leh untuk waktu kematian
R
= ∑E/∑KSM
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase
Penghambatan Makan
Hasil
penelitian terhadap persentase penghambatan makan keong mas pada pengamatan 3,
6, 9, dan 12 hari setelah aplikasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1. Persentase penghambatan makan keong mas pada 3, 6, 9, dan 12 HSA
Perlakuan
|
|
%
Penghambatan Makan
|
|
|
|
3
|
6
|
9
|
12
|
B1
|
0,50 a
|
26,82 a
|
48,75
a
|
49,70 a
|
B2
|
2,42 b
|
33,44
ab
|
49,17
a
|
49,92 a
|
B3
|
3,33 c
|
36,61 bc
|
49,21
ab
|
81,15 b
|
B4
|
4,75 d
|
43,36 c
|
49,88
b
|
98,73 c
|
BNT0.05
|
0,39
|
9,29
|
0,67
|
14,59
|
Keterangan: angka yang
diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada α 0.05
Dari
Tabel 1 di atas, terlihat bahwa perlakuan konsentrasi bawang putih memberikan pengaruh
yang sangat nyata terhadap penghambatan makan keong mas. Semakin tinggi
konsentrasi ekstrak bawang putih yang diberikan semakin tinggi pula persentase
penghambatan makan keong mas. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat
kepekatannya semakin tinggi bahan aktif yang dikandungnya, dengan
demikian semakin tinggi pula daya bunuhnya.Novizan, 2002 dan Port, 2000
menyatakan bahwa bawang putih dapat mengendalikan hama karena mengandung aliin
dan enzim allinase. Bila aliin ini mendapat pengaruh dari enzim allinase, alliin
dapat berubah menjadi allicin. Allicin terdiri dari beberapa jenis sulfida,
dan paling banyak adalah allyl sulfide, sehingga keong berhenti makan(sebagaiantifeedant)
Mortalitas
Keong Mas
Hasil
penelitian terhadap mortalitas keong mas pada pengamatan 3, 6, 9, dan 12 hari
setelah aplikasi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel
2. Mortalitas keong mas pada 3, 6, 9, dan 12 HSA
Perlakuan
|
|
Mortalitas
Keong Mas
|
|
|
||
|
3
|
6
|
|
9
|
12
|
|
B1
|
0,00
|
30,71
|
a
|
44,07
a
|
44,80
|
a
|
B2
|
0,00
|
34,55
|
a
|
44,50
b
|
44,89
|
a
|
B3
|
0,00
|
35,93
|
a
|
44,57
bc
|
86,09 b
|
|
B4
|
0,00
|
42,01
b
|
44,94
c
|
90,00
|
c
|
|
BNT0.05
|
-
|
5,51
|
|
0,42
|
1,67
|
|
Keterangan:
angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada α
0.05
Dari
Tabel 2 di atas, terlihat bahwa pada pengamatan 3 hari setelah aplikasi,
pemberian ekstrak bawang putih belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap
mortalitas keong mas. Namun, pada 6, 9 dan 12 hari setelah aplikasi, ternyata
reaksinya sangat cepat terhadap mortalitas keong mas dan sangat dipengaruhi
oleh tingkat konsentrasi. Hal ini membuktikan bahwa semakin besar konsentrasi
yang diberikan semakin banyak pula keong yang mengalami kematian. Sebagaimana
pendapat Keawjam (1986) yang menyatakan bahwa allicin adalah turunan
dari sulfida yang bersifat racun perut (stomach poison),
merupakan racun yang mem-bunuh organisme sasaran apabila masuk ke dalam organ
pencernaan dan diserap oleh dinding usus. Selanjutnya, senyawa tersebut dibawa
oleh cairan tubuh (haemolymph) ke tempat sasaran yang paling sensitif dan dapat mematikan yaitu sistem syaraf
Neuron System). Ditambahkan oleh Panjaitan dan
Silalahi (1992), yang menyatakan bahwa diallyl sulfida termasuk dalam
golongan yang cara kerjanya mirip dengan senyawa yang berbahan aktif seperti
organophospat. Zat ini bila masuk ke dalam tubuh akan menghambat atau memblokir
kerja enzim cholinestrase pada synap dan ganglion pada
terminal susunan syaraf pusat (cerebral). Ditambahkan oleh Port (2000),
pestisida dari bawang putih juga berfungsi untuk mengusir keong, siput dan
bekicot, bahkan mampu membasmi siput dengan merusak sistem syaraf. Minyak
bawang putih mengandung komponen aktif bersifat asam.
Kecepatan
Waktu Kematian
Hasil
penelitian terhadap rata-rata waktu kematian keong mas dapat dilihat pada Tabel
3.
Tabel
3. Rata-rata kecepatan mati keong mas pada 3, 6, 9 dan 12 HSA
|
|
Kecepatan
mati (hari)
|
|
|
Perlakuan
|
3
|
6
|
9
|
12
|
B1
|
-
|
3,38
|
3,38
|
3,20
|
B2
|
-
|
3,37
|
3,20
|
3,20
|
B3
|
-
|
3,20
|
3,20
|
2,80
|
B4
|
-
|
3,20
|
3,20
|
1,63
|
Dari
Tabel 3 di atas rata-rata, terlihat bahwa kecepatan mati keong mas didominasi
oleh tingkat konsentrasi yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi bahan aktif yang terdapat pada perlakuan bawang putih 20 cc ekstrak
bawang dicampur dengan 80 ml air, semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk
mengendalikan atau mematikan. Artinya, konsentrasi bahan aktif yang lebih pekat
seperti diallyl sulfida yang terkandung dalam bawang putih lebih
efektif untuk mengendalikan keong. Sesuai dengan pendapat Subiakto, (2002),
bahwa ekstrak bawang putih sangat efektif untuk mengendalikan beberapa hama
tanaman. Selanjutnya, menurut Sutomo (1987) komponen bioaktif yang terdapat
dalam bawang putih adalah alisin, aliin, scordinin, metilalin
trisulfida, saltivine, minyak atsiri. Pada kondisi normal aliin dan
enzim alinase dalam keadaan non aktif. Akan tetapi, jika strukturnya dirombak,
kedua zat ini akan bereaksi dan menghasilkan alicin yang sangat reaktif dan
tidak stabil. Sifat ketidakstabilan inilah yang menyebabkan alicin berubah
menjadi senyawa dialil sulfida, yang digolongkan sebagai pestisida sintetik
organik
KESIMPULAN
Dari data diatas dapat disimpulkan bahawa :
1. Ekstrak
bawang putih dapat digunakan sebagai molusisida nabati. Ini ditandai dengan
adanya pengaruhnya yang nyata terhadap penghambatan makan, mortalitas dan
kecepatan mati keong mas.
2. Konsentrasi
yang efektif adalah 20 cc ekstrak bawang dicampur dengan 80 ml air.
Sumber : Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Putih Terhadapmortalitas Keong
Mas// Alfian Rusdy (2010)//Jurusan Hama
Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Unsyiah Banda Aceh.
0 comments:
Post a Comment