Beberapa waktu lalu, bawang merah ramai diberitakan media
Indonesia karena harganya yang melonjak fantastis. Kebetulan saya pernah dapat
tugas dari dosen untuk menulis tentang bawang merah dengan format penulisan
Tinjauan Pustaka. Jadi, tulisan dari berbagai referensi tersebut saya lampirkan
di bawah ini, semoga dapat bermanfaat. Bawang merah (Allium cepa, grup Aggregatum)
merupakan komoditas holtikultura yang sudah sangat dikenal oleh masyarakat
Indonesia. Tanaman ini umumnya ditanam dua kali dalam satu tahun, meskipun ada
yang bisa ditanam sepanjang tahun.
Berdasarkan sejarahnya, tanaman
bawang merupakan tanaman tertua dari dari silsilah peradaban manusia. Menurut
perkiraan para ahli, bawang merah tumbuh pertama kali di wilayah Asia Tengah,
di sekitar Palestina (Sunarjono dan Soedomo, 1989 dalam Ameriana dan
Sutiarso, 1995). Kemudian pada abad VIII, tanaman ini menyebar ke wilayah Eropa
Barat, Eropa Timur, dan Spanyol. Selanjutnya, dari negara-negara ini, tanaman
bawang merah menyebar luas ke Amerika, Asia Timur, dan Asia Tenggara (Wibowo,
1991 dalam Ameriana dan Sutiarso, 1995). Di Indonesia sendiri, sentra
produksi bawang merah yang terkenal adalah Brebes, Cirebon, Tegal, Kuningan,
Wates, Lombok Timur, dan Samosir.
Pada budidaya bawang merah, faktor
iklim merupakan faktor yang paling berpengaruh. Apabila iklimnya sesuai, maka
hampir semua tipe tanah dapat digunakan dalam budidaya bawang merah.
Unsur-unsur yang termasuk dalam faktor iklim, yaitu seperti ketinggian tempat,
suhu, kelembaban, cahaya, curah hujan, dan angin. Tanaman bawang merah dapat
tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi 800 dpl. Pertumbuhan optimal
dijumpai di daerah dengan ketinggian antara 10-250 m dpl (Anon, 1985 dalam
Sumarni dan Sumiati, 1995). Tanaman bawang merah dapat menghasilkan umbi yang
baik pada suhu udara antara 20o-30o C, dengan suhu
rata-rata 24oC (Grubben, 1990 dalam Sumarni dan Sumiati,
1995).
Sehubungan dengan lokasi sentra produksi bawang merah yang
tersebar, terutama pulau Jawa, diketahui bahwa bawang merah bisa dibudidayakan
hampir di seluruh Indonesia, kecuali DKI Jakarta, Riau, Kalimantan Barat, dan
Kalimantan Tengah. Penyebaran yang cukup luas tersebut dikarenakan tanaman
bawang merah dapat ditanam dan tumbuh antara 0-1000 meter di atas permukaan
laut (dpl) dan hampir semua jenis tanah di Indonesia. Tanaman bawang merah
membutuhkan lingkungan tumbuh yang mendukung. Dua faktor yang mempengaruhi
adalah iklim dan tanah. Data hasil produksi dan luas panen bawang merah di
Indonesia disajikan pada Tabel 8.
Tabel
8. Produksi dan Luas Panen Bawang Merah di Indonesia
Wilayah
|
Produksi
(ribu ton)
|
LuasPanen
(ribu ha)
|
||
2001
|
2002
|
2001
|
2002
|
|
Jawa
|
665,0
|
596,3
|
62,5
|
67,2
|
Bali & NusaTenggara
|
129,3
|
115,9
|
8,7
|
9,4
|
Sumatera
|
43,3
|
38,8
|
5,4
|
5,8
|
Kalimantan
|
0,1
|
0,1
|
0,0
|
0,0
|
Sulawesi
|
18,7
|
16,8
|
5,2
|
5,6
|
Maluku & Papua
|
4,8
|
4,3
|
0,4
|
0,4
|
Luar
Jawa
|
196,2
|
175,9
|
19,7
|
21,2
|
Indonesia
|
861,2
|
772,1
|
82,2
|
88,4
|
Daerah yang menjadi produsen bawang merah terbesar di pulau
Jawa adalah Kabupaten Brebes. Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten
Brebes, sentra produksi bawang merah di wilayah Brebes Utara dan Brebes Tengah
tersebar di 11 Kecamatan. Bawang merah menjadi produk unggulan di Kabupaten
Brebes, dengan produksi rata-rata pertahun selama 5 tahun terakhir mencapai
1.750.588 kw dengan luas panen 19.405 Ha (Disperindag, 2012).
Selanjutnya, pada tahun 2010, produksi bawang merah Kabupaten
Brebes tercatat sebesar 400.501 ton atau setara dengan 79,09 persen total
produksi bawang merah di seluruh wilayah Jawa Tengah yakni 506.357 ton. Dengan
produksi sebesar itu, Brebes berkontribusi sebesar 38,18 persen atas produksi
bawang merah nasional yang mencapai angka 1.048.934 ton. Sentra produksi bawang
nasional sampai saat ini masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Menurut data
Kementerian Perdagangan tahun kontribusinya mencapai 80,73 persen (846.793 ton)
terhadap total produksi bawang merah nasional (Pedoman News, 2012).
Sementara untuk di Pulau Sumatra, daerah yang menjadi
produsen komoditas bawang merah adalah di sekitar Samosir, Danau Toba. Sekitar
80 persen dari 130 ribu jiwa di Kabupaten Samosir berprofesi sebagai petani. Di
Samosir sendiri, produksi bawang merah sekitar 5 - 6 ton per hektar. Angka
tersebut, dikatakannya, dihasilkan dari sekitar 200 hektare pertanaman bawang
merah di yang tersebar di wilayah Kabupaten Samosir (Dewantoro, 2012).
Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Super Divisio: Spermatophyta
Divisio: Magnoliophyta
Subdivisio: Angiospermae
Kelas: Liliopsida
Subkelas: Liliidae
Ordo: Amaryllidales
Famili: Alliaceae
Genus:
Allium
Spesies: Allium
cepa grup Aggregatum
Selanjutnya, ciri-ciri morfologis bawang merah yaitu berumbi
lapis, berakar serabut, berdaun silindris seperti pipa, memiliki batang sejati
seperti cakram tipis yang disebut diskus. Pangkal daun bersatu membentuk
batang semu. Batang semu yang berada di dalam tanah, kemudian berubah bentuk
dan menjadi umbi lapis atau bulbus. Bagian-bagian dari umbi bawang merah
terdiri dari sisik daun, kuncup, subang (diskus), dan akar adventif.
Kemudian, pada awal pertumbuhannya, tangkai bunga keluar
dari dasar umbi (cakram). Tiap tangkai bunga tumbuh dan memanjang. Bunga bawang
merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang bertangkai antara 50-200 kuntum
bunga. Bagian ujung dan
pangkal tangkai bunga
mengecil dan menggembung di bagian tengah seperti
pipa. Tangkai tandan bunga ini bisa
tumbuh mencapai 30-50 cm. Bunga bawang merah termasuk bunga sempurna yang memiliki benang sari
dan kepala putik. Pada
umumnya terdiri dari 5-6 benang sari, sebuah putik, dan daun bunga yang
berwarna putih. Bakal buah terbentuk dari tiga daun buah yang disebut carpel, yang
membentuk tiga buah ruang, dan dalam tiap ruang tersebut terdapat dua calon biji.
Buah berbentuk bulat dengan ujung tumpul yang membungkus biji yang berbentuk agak pipih.
Biji Bawang merah
dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif. Penyerbukan bunga bawang merah
melalui perantaraan lebah madu atau lalat hijau.
Berdasar warna umbi, maka bawang
merah dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a)
Kelompok
yang umbinya merah tua, seperti kultivar Medan, Sri Sakate, Maja dan
Gurgur.
b)
Kelompok
yang umbinya kuning muda pucat, seperti kultivar Sumenep.
c)
Kelompok
yang umbinya kuning kemerahan, seperti kultivar Lampung, Bima.
C.
Sejarah
dan Budidaya Bawang Merah di Indonesia
Berdasarkan
sejarahnya, tanaman bawang merupakan tanaman tertua dari dari silsilah
peradaban manusia. Menurut perkiraan para ahli, bawang merah tumbuh pertama
kali di wilayah Asia Tengah, di sekitar Palestina (Sunarjono dan Soedomo, 1989 dalam
Ameriana dan Sutiarso, 1995). Kemudian pada abad VIII, tanaman ini menyebar
ke wilayah Eropa Barat, Eropa Timur, dan Spanyol. Selanjutnya, dari
negara-negara ini, tanaman bawang merah menyebar luas ke Amerika, Asia Timur,
dan Asia Tenggara (Wibowo, 1991 dalam Ameriana dan Sutiarso, 1995). Di
Indonesia sendiri, sentra produksi bawang merah yang terkenal adalah Brebes,
Cirebon, Tegal, Kuningan, Wates, Lombok Timur, dan Samosir.
Pada
budidaya bawang merah, faktor iklim merupakan faktor yang paling berpengaruh.
Apabila iklimnya sesuai, maka hampir semua tipe tanah dapat digunakan dalam
budidaya bawang merah. Unsur-unsur yang termasuk dalam faktor iklim, yaitu
seperti ketinggian tempat, suhu, kelembaban, cahaya, curah hujan, dan angin.
Tanaman bawang merah dapat tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi 800 dpl.
Pertumbuhan optimal dijumpai di daerah dengan ketinggian antara 10-250 m dpl
(Anon, 1985 dalam Sumarni dan Sumiati, 1995). Tanaman bawang merah dapat
menghasilkan umbi yang baik pada suhu udara antara 20o-30o
C, dengan suhu rata-rata 24oC (Grubben, 1990 dalam Sumarni
dan Sumiati, 1995).
Sehubungan
dengan lokasi sentra produksi bawang merah yang tersebar, terutama pulau Jawa,
diketahui bahwa bawang merah bisa dibudidayakan hampir di seluruh Indonesia,
kecuali DKI Jakarta, Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Penyebaran
yang cukup luas tersebut dikarenakan tanaman bawang merah dapat ditanam dan
tumbuh antara 0-1000 meter di atas permukaan laut (dpl) dan hampir semua jenis
tanah di Indonesia. Tanaman bawang merah membutuhkan lingkungan tumbuh yang
mendukung. Dua faktor yang mempengaruhi adalah iklim dan tanah. Data hasil
produksi dan luas panen bawang merah di Indonesia disajikan pada Tabel
Wilayah
|
Produksi
(ribu ton)
|
LuasPanen
(ribu ha)
|
||
2001
|
2002
|
2001
|
2002
|
|
Jawa
|
665,0
|
596,3
|
62,5
|
67,2
|
Bali & NusaTenggara
|
129,3
|
115,9
|
8,7
|
9,4
|
Sumatera
|
43,3
|
38,8
|
5,4
|
5,8
|
Kalimantan
|
0,1
|
0,1
|
0,0
|
0,0
|
Sulawesi
|
18,7
|
16,8
|
5,2
|
5,6
|
Maluku & Papua
|
4,8
|
4,3
|
0,4
|
0,4
|
Luar
Jawa
|
196,2
|
175,9
|
19,7
|
21,2
|
Indonesia
|
861,2
|
772,1
|
82,2
|
88,4
|
Daerah yang menjadi produsen bawang
merah terbesar di pulau Jawa adalah Kabupaten Brebes. Menurut data Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Brebes, sentra produksi bawang merah di
wilayah Brebes Utara dan Brebes Tengah tersebar di 11 Kecamatan. Bawang merah
menjadi produk unggulan di Kabupaten Brebes, dengan produksi rata-rata pertahun
selama 5 tahun terakhir mencapai 1.750.588 kw dengan luas panen 19.405 Ha
(Disperindag, 2012).
Selanjutnya,
pada tahun 2010, produksi bawang merah Kabupaten Brebes tercatat sebesar
400.501 ton atau setara dengan 79,09 persen total produksi bawang merah di
seluruh wilayah Jawa Tengah yakni 506.357 ton. Dengan produksi sebesar itu,
Brebes berkontribusi sebesar 38,18 persen atas produksi bawang merah nasional
yang mencapai angka 1.048.934 ton. Sentra produksi bawang nasional sampai saat
ini masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Menurut data Kementerian Perdagangan
tahun kontribusinya mencapai 80,73 persen (846.793 ton) terhadap total produksi
bawang merah nasional (Pedoman News, 2012).
Sementara
untuk di Pulau Sumatra, daerah yang menjadi produsen komoditas bawang merah
adalah di sekitar Samosir, Danau Toba. Sekitar 80 persen dari 130 ribu jiwa di
Kabupaten Samosir berprofesi sebagai petani. Di Samosir sendiri, produksi
bawang merah sekitar 5 - 6 ton per hektar. Angka tersebut, dikatakannya,
dihasilkan dari sekitar 200 hektare pertanaman bawang merah di yang tersebar di
wilayah Kabupaten Samosir (Dewantoro, 2012).
D.
Kandungan
dan Penggunaan Bawang Merah
Berdasarkan kandungannya, bawang merah mengandung minyak
atsiri yang mudah menguap saat umbinya dikupas dan dipotong. Minyak atsiri
tersebut berada dalam kandungan air bawang. Dari 100 gram umbi Allium cepa yang
diteliti, sekitar 80 persen kandungannya adalah air. Kandungan lainnya yaitu
karbohidrat atau zat pati sebesar 9,2% dan gula 10%, serta selebihnya adalah
vitamin dan mineral. Vitamin yang terkandung dalam bawang merah antara lain,
vitamin B1, B2, dan C. Sementara mineral yang ada dalam bawang merah seperti
kalium, zat besi, dan fosfor.
Kandungan
|
Jumlah
|
Air
|
80-85%
|
Kalori
|
30
kal
|
Protein
|
1,5%
|
Lemak
|
0,3%
|
Karbohidrat
|
9,2%
|
β-karotene
|
50,00
IU
|
Tiamin (Vit. B1)
|
30,00
mg
|
Riboflavin (Vit. B2)
|
0,04
mg
|
Niasin
|
20,00
mg
|
Asam askorbat (Vit. C)
|
9,00
mg
|
Kalium
|
334,00
mg
|
Zat Besi
|
0,80
gram
|
Fosfor
|
40,00
mg
|
Fruktosa
|
10-40%
|
Gula mereduksi
|
10-15%
|
Sakharosa
|
5-8%
|
Selanjutnya, terkait penggunaannya,
bawang merah digunakan di hampir seluruh makanan, khususnya di Asia Tenggara,
baik itu makanan utama, makanan ringan atau jajanan. Bawang merah umumnya diolah
menjadi bahan dasar bumbu masakan maupun bawang goreng untuk taburan di atas
makanan.
Makanan
|
Kudapan
|
|
-
Acar
-
Ayam goreng
-
Dendeng
-
Gudeg
-
Gulai
-
Gado-gado
-
Ikan bakar
-
Ketupat sayur
-
Laksa
-
Lodeh
-
Nasi goreng
-
Opor
|
-
Pepes
-
Perkedel Rawon
-
Rendang
-
Salad
-
Sambal goreng
-
Semur
-
Soto
-
Sup
-
Tauge goreng
-
Tongseng
-
Tumis sayur
|
-
Arem-arem
-
Asinan Jakarta
-
Bawang goreng
-
Buras
-
Kerupuk bawang
-
Kroket
-
Lumpia
-
Otak-otak
-
Panada
-
Pastel
-
Sosis solo
-
Tahu isi
|
Secara tradisional umbi lapis bawang
merah digunakan untuk peluruh dahak (obat batuk), obat kencing manis, memacu
enzim pencernaan, peluruh haid, peluruh air seni dan penurun panas (Lansida,
2009). Di dalam masyarakat, penggunaan bawang merah untuk bahan masakan
dan obat, umumnya dipilih bawang yang masih segar. Di saat kondisi panen
melimpah, bawang merah bisa diberi perlakuan untuk memperpanjang daya
simpannya. Bawang merah antara lain dibentuk acar, bawang goreng, tepung,
pasta, dan minyak. Tentu saja nilai jualnya menjadi lebih tinggi dibanding
harga jual segar. Berikut pada Gambar 8 disajikan pohon industri dari bawang
merah.
Permasalahan yang muncul
menghinggapi komoditas bawang merah adalah masuknya bawang merah impor ke
Indonesia. Hal tersebut dikarenakan oleh besarnya pasar bawang merah di dalam
negeri, sehingga bawang merah impor masuk secara ilegal. Kedatangan bawang
merah ilegal tersebut bisa menimbulkan keresahan bagi petani bawang merah.
Terutama bagi petani di daerah-daerah yang menjadi sentra yang 80 persen
terletak di Pulau Jawa, antara lain Brebes, Nganjuk, Probolinggo, dan Cirebon.
Padahal menurut data Kementerian Pertanian, luas panen bawang merah per akhir 2009
mencapai 102.050 ha dengan volume produksi 952.939 ton.
DAFTAR PUSTAKA
Ameriana,
M. dan Sutiarso, T.A. 1995. Persebaran, Produksi dan Konsumsi Bawang Merah.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Dewantoro. 2012. Petani Minta
Impor Bawang Merah Tepat Sasaran. http://www.
medanbisnisdaily.com/news/read/2012/02/16/81668/petani_minta_impor_bawang_merah_tepat_sasaran/#.UGJ3J43iYxI
(Diakses pada Senin, 24 September 2012).
Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Brebes. 2012. Info Produk Andalan.
http://disperindag.brebeskab.go.id/info.php. (Diakses pada Senin, 24 September 2012).
Dinas
Pertanian Republik Indonesia. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis
Bawang Merah. Jakarta.
Lansida. 2009. Bawang Merah (Allium
cepa L.). http://lansida.blogspot.com/2009/09/
bawang-merah-allium-cepa-l.html
(Diakses pada Senin, 24 September 2012).
0 comments:
Post a Comment