Jagung
merupakan suatu tanaman yang memiliki peranan penting dalam industri berbasis
agribisnis. Dan tanaman jagung juga merupakan tanaman semusim, yang bisa di
panen 60-80 untuk tahun 2009, Deotan melalui Direktorat Jendral Tanaman Pangan
mengklaim produksi jagung mencapai 18 juta ton. Jagung dimanfaatkan untuk
konsumsi, bahan baku industri pangan, industri pakan ternak dan bahan bakar.
Kebutuhan jagung dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seiring
berkembangnya industri pakan dan pangan namun hasil produksi tanaman jagung
terkadang tidak dapat memenuhi kebutuhan karena hasil panen yang rendah.
Kendala dalam budidaya jagung yang menyebabkan
rendahnya produktivitas jagung antara lain adalah serangan hama. Hama
merupakan salah satu kendala utama dalam budidaya jagung. Banyak jenis hama
dilaporkan pada tanaman jagung, namun ada beberapa yang menjadi hama utama,
yaitu yang dapat menimbulkan kerusakan secara ekonomis. Beberapa hama utama
pada jagung yaitu lalat bibit, ulat grayak, penggerek tongkol, penggerek
batang, belalang, kutu daun, kumbang bubuk.
Penggerek
tongkol jagung (Helicoverpa armigera )
merupakan salah satu hama utama yang menjadi permasalah di petani jagung karena
sering mengakibatkan gagal panen. Serangan hama ini akan menurunkan kualitas dan
kuantitas tongkol jagung.
LANDASAN
TEORI
Jagung (Zea mays L.)
merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain padi dan
gandum. Sebagai sumber karbohidrat utama, di Amerika Tengah dan selatan, jagung
juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa
daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan
jagung sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya
(dari biji), dibuat tepung (dari biji yang dikenaln dengan istilah tepung
jagung maizena), dan bahan baku industri(dari tepung biji dan tepung
tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku
pembuatan furfual. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang
ditanaman sebagai penghasil bahan farmasi.
Berdasarkan bukti
genetik, antropologi, dan arkeologi
diketahui bahwa daerah asal jagung adalah Amerika Tengah (Meksiko bagian
selatan). Budidaya jagung telah dilakukan di daerah ini 10.000 tahun yang lalu,
kemudian teknologi ini dibawa ke Amerika Selatan (Ekuador) sekitar 7000 tahun
yang lalu, dan mencapai daerah pegunungan di selatan Peru pada 4000 tahun yang
lalu. Kajian filogenik menunjukkan bahwa jagung (Zea mays ssp. mays) merupakan keturunan langsung dari teosinte (Zea mays ssp. parviglumis). Dalam proses domestiknya, yang berlangsung paling
tidak 7000 tahun oleh penduduk asli setempat, masuk gen-gen dari subspesies
lain terutama, Zea mays ssp.mexicana.
Istilah teosinte sebenarnya digunakan untuk menggammbarkan semua spesies dalam
genus Zea, kecuali Zea mays ssp.mays.
Proses domestikasi menjadikan jagung merupakan satu-satunya spesies tumbuhan yang
tidak dapat hidup secara liar di alam. Hingga kini dikenal 50.000 varietas
jagung, baik ras lokal maupun kultivar.
Jagung merupakan
tanaman berumah satu (monoecious),
yaitu letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina dalam satu tanaman. Dalam
taksonominya jagung termasuk dalam ordo
Tripsaceae, famili Poaceae, sub famili Panicoideae, genus Zea, dan spesies Zea
mays L, (Muhadjir, 1988).
. Hama utama tanaman
jagung yang sering minimbulkan kerugian secara kualitas dan kuantitatif adalah
penggerek tongkol jagung Helicoverpa armigera. Penggerek tongkol Helicoverpa
armigera mulai muncul di pertanaman pada fase generatif 43-70
hari setelah tanam. Ngengat H. armigera aktif pada malam hari,ngengat
betina meletakkan telurnya secara tunggal pada umur tanaman 45-56 hari setelah
tanam bersamaan dengan munculnya rambut tongkol, dan mampu bertelur 600-1000
butir. Telur baru menetas setelah 4-7 hari.Larva ini selain menyerang tongkol
juga menyerang pucuk dan menyerang malai sehingga bunga jantan tidak terbentuk yang
mengakibatkan hasil biji berkurang. Stadia pupa ada di dalam tongkol, siklus
hidupnya berkisar 36-45 hari (Kalshoven,1981). Kehilangan hasil yang disebabkan
serangan H. armigera dapat mencapai 10% (Yasin,2008).
Pengendalian penggerek tongkol dapat dilakukan dengan cara pelepasan parasitoid
Trichogramma spp.Hasil uji coba di laboratorium didapatkan bahwa T.
evanescens dapat memarasit telur penggerek tongkol sebesar 92,3% (Pabbage et
al.,2001).Untuk di lapang belum ada data.
3.1 Penggerek tongkol Helicoverpa
armigera
Helicoverpa armigera merupakan family Noctuide. Telur
berwarna putih kemudian berubah menjadi coklat terdiri dari enam instar. Instar
pertama berukuran 1-3 mm dengan warna kepala coklat kehitaman atau kuning
keputihan. Tubuh berwana gelap. Instar kedua memilki panjang 4-7 mm,
instar tiga 8-13 mm, instar empat 14-23 mm, instar lima 24-28 mm, dan instar
enam 29-30+ mm. Pupa berwarna coklat dan berbentuk oval . Imago memilki rentang
sayap 30-45 mm,sayap depan berwarna coklat atau coklat kemerahan. Sayap
belakang berwarna pucat dengan margin terluar gelap. Imago
betina H. armigera meletakkan telur pada rambut jagung. Rata-rata produksi
telur imago betina adalah 730 butir, telur menetas dalam tiga hari setelah
diletakkan.
Larva spesies ini
terdiri dari lima sampai tujuh instar. Khususnya pada jagung, masa
perkembangan larva pada suhu 24 - 27,2°C adalah 13 sampai 21 hari. Larva
serangga ini memiliki sifat kanibalisme. Spesies ini mengalami masa pra pupa
selama satu sampai empat hari. Masa pra pupa dan pupa biasanya terjadi dalam
tanah dan kedalamannya bergantung pada kekerasan tanah.
Pupa pada umumnya
terbentuk pada kedalaman 2,5 - 17,5 cm. Terkadang pula serangga ini berpupa
pada permukaan tumpukan limbah tanaman atau pada kotoran serangga ini yang
terdapat pada tanaman. Pada kondisi lingkungan mendukung, fase pupa bervariasi
dari enam hari pada suhu 35°C sampai 30 hari pada suhu 15°C.
3.2
Gejala
Imago
betina akan meletakkan telur pada silk (rambut) jagung dan sesaat setelah
menetas larva akan menginvasi masuk kedalam tongkol dan akan memakan biji yang
sedang mengalami perkembangan. Infestasi serangga ini akan menurunkan kualitas
dan kuantitas tongkol jagung, karena larva hidup di dalam buah, biasanya
serangan serangga ini sulit diketahui dan sulit dikendalikan dengan
insektisida.
3.3 Cara Pengendalian
Ketika
kita ingin melakukan suatu upaya pengendalian hama H. armigera kita
harus memilih cara pengendalian yang tepat dan baik, karena akan dapat
menentukan tingkat keberhasilan. Berikut ini beberapa upaya yang dapat kita
lakukan dalam mengendalikan hama H. armigera :
1. Kultur teknis : Secara kultur teknis dapat dilakukan
dengan melakukan pengelolaan tanah yang baik. Karena pengelolaan tanah yang
baik akan merusak pupa yang terbentuk dalam tanah dan dapat mengurangi populasi
H. armigera berikutnya.
2. Hayati :
Cara hayati dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami, diantaranya
dengan parasit trichogramma spp, cendawan Metarhizium anispliae yang
mengendalikan larva penggerek tongkol.
3. Kimiawi :
Pengendalian
secara kimiawi merupakan pilihan terakhir untuk mengendalikan serangan hama
penggerek tongkol ini. Penyemprotan dengan insektisida Decis dilakukan setelah
terbentuk rambut jagung pada tongkol dengan selang 1 – 2 hari hingga rambut
jagung berwarna coklat.
4.1
KESIMPULAN
·
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah
satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain padi dan gandum. Sebagai
sumber karbohidrat utama,
·
Dalam budidaya tanaman jagung tidak
dapat terlepas dari yang namanya OPT yang akan mengganggu hasil produksi
seperti H.
armigera yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas tongkol
jagung.
·
Cara pengendalian H. armigera dapat dilakukan dengan
cara :
1. Kultur Teknis
2. Pengendalian Hayati
3. Kimiawi
4.2 SARAN
Hama
yang ada pada tanaman budidaya sebaiknya dikendalikan dengan system
pengendalian ham yang ramah lingkungan agar tidak membahayakan, baik bagi
lingkungan sekitar maupun terhadap produksi tanaman tersebut. Kenali terlebih
dahulu hama atau penyakitnya, kemudian cari cara/solusi penanggulangan yang
cepat dan tepat, agar tanaman produksi kita terhindar dari kerugian fisik dan ekonomi.
0 comments:
Post a Comment