HAMA
JAGUNG
11. Penggerek tongkol jagung
(Heliothis armigera)
a) Sikslus hidup
Telur diletakkan pada rambut jagung. Rata-rata produksi
telur imago betina adalah 730 butir, telur menetas dalam tiga hari setelah
diletakkan.
larva terdiri dari lima sampai tujuh instar. Khususnya
pada jagung, masa perkembangan larva pada suhu 24 - 27,2°C adalah 12,8 - 21,3
hari. Larva memiliki sifat kanibalisme. Spesies ini mengalami masa pra pupa
selama satu sampai empat hari. Masa pra pupa dan pupa biasanya terjadi dalam
tanah dan kedalamannya bergantung pada kekerasan tanah.
Pupa umumnya terbentuk pada kedalaman 2,5 sampai 17,5
cm. Terkadang pula serangga ini berpupa pada permukaan tumpukan limbah tanaman
atau pada kotoran serangga ini yang terdapat pada tanaman. Pada kondisi
lingkungan mendukung, fase pupa bervariasi dari enam hari pada suhu 35°C dan
sampai 30 hari pada suhu 15°C.
b)
Gejala serangan
Imago betina akan meletakkan telur pada
silk (rambut) jagung. Rata-rata produksi telur imago betina adalah 730 butir,
telur menetas dalam tiga hari setelah diletakkan dan sesaat setelah menetas
larva akan menginvasi masuk ke dalam tongkol jagung lalu memakan biji yang
sedang mengalami perkembangan. Infestasi serangga ini akan menurunkan kualitas
mupun kuantitas tongkol jagung. Pada lubang–lubang bekas gorokan hama ini
terdapat kotoran–kotoran yang berasal dari hama tersebut, biasanya hama ini
lebih dahulu menyerang bagian tangkai bunga.
c)
Pengendalian
Musuh alami yang digunakan sebagai
pengendali hayati dan cukup efektif untuk mengendalikan penggerek tongkol
adalah Trichogramma spp. Yang merupakan parasitoid telur, di mana tingkat
parasitasi pada hampir semua tanaman inang H. armigera sangat bervariasi dengan
angka maksimum 49% (Mustea 1999). Eriborus argentiopilosa (Ichneumonidae) juga
merupakan parasitoid pada larva muda. Dalam kondisi kelembaban yang cukup,
larva juga dapat diinfeksi oleh M.anisopliae. Agen pengendali lain yang juga
berpotensi untuk mengendalikan serangga ini adalah bakteri B. bassiana dan
virus Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV). Kultur Teknis
Pengolahan tanah secara sempurna akan merusak pupa yang terbentuk dalam tanah dan
dapat mengurangi populasi H. armigera berikutnya.
2. Ostrinia furnacalis
a) Silus
hidup
Telur Berbentuk oval, pipih dan diletakkan bergerombol
seperti timbangan (15-65 telur/kelompok telur). Sebagian besar telur diletakkan
di permukaan daun bagian bawah. Masa inkubasi telur sekitar 3-4 hari.
Larva (ulat) Larva berwarna putih-krem sampai merah
jambu dengan bercak berbentuk setengah lingkaran. Kepala berwarna hitam/coklat.
Larva hidup melalui 5 stadium selama 18-30 hari (rata-rata 24 hari).
Pupa (kepompong) Berwarna coklat muda hingga coklat tua,
dengan panjang 12-18 mm. Masa pupa selama 5-10 hari. Dewasa (Ngengat) Ukuran
ngengat jantan lebih kecil dari betinanya. Jantan memiliki sayap bergaris
kuning kecoklatan, sedangkan betina bersayap kuning pucat. Betina memproduksi
telur rata-rata 300 butir. Ngengat dewasa hidup selama 4-10 hari.
b)
Gejala serangan
Gejala kerusakan akibat serangan larva
(ulat) O. furnacalis ini terlihat di setiap bagian tanaman jagung, diantaranya
itu adanya lubang kecil pada daun, lubang gorokan pada batang, bunga jantan
(tassel), pangkal tongkol sehingga menyebabkan batang dan tassel mudah patah
serta kerusakan pada tumpukan tassel.
c)
Pengendalian
Kultur Teknis Lakukan penanaman di awal musim dan serentak di daerah
yang terinfestasi penggerek batang; sistem tumpang sari dengan kedelai atau
kacang tanah dan pemotongan sebagian bunga jantan (4 dari 6 baris tanaman).
Pengendalian mekanis/fisik Memusnahkan gerombolan telur dan larva
dengan menggerusnya.
Pengendalian hayati Pelepasan musuh alami seperti parasit telur
Trichogramma spp sebanyak ± 200.00/ha serta predator larva dan pupa Euborellia
annulata pada saat 35-45 hari sesudah penanaman atau segera setelah ditemukan
kelompok telur penggerek di permukaan daun.
Pengendalian kimiawi Penggunaan insektisida (berbahan aktif
karbofuran) ke dalam kuncup bunga pada 30-35 hari setelah tanam; penyemprotan
insektisida (berbahan aktif pyrethroid, monokrotofos, triazofos).
HAMA PADI
1.
Tryporiza incertulas dan Tryporyza innotata
a)
Morfologi
Di Indonesia terdapat empat jenis hama penggerek
batang padi yaitu pengerek batang padi putih (Tryporyza innotata), penggerek
batang padi kuning (Tryporyza incertulas).
b)
Siklus
hidup
Imago/inang/ngengat (serangga dewasa)
hama pengerek batang aktif pada malam hari dan terbang ke sawah untuk
meletakkan telur. Pada siang hari mereka hanya berdiam diri dan bersembunyi di
balik daun padi atau gulma-gulma disekitarnya. Penggerek batang padi dewasa
mampu terbang sampai 2 km. Serangga dewasa sangat tertarik cahaya lampu pada
malam hari. Ngengat betina mampu meletakkan telur sebanyak 200 – 300 butir
dalam hidupnya selama 4 hari pada daun atau seludang daun.
Larva yang baru menetas sering sering
mengantungkan tubuhnya pada daun padi dengan benang sutera dan bila tertiup
angin akan pindah ketanaman lainnya. Larva muda memakan daun atau seludang daun
Larva-larva instar selanjutnya masuk seludang daun dan tangkai malai beberapa
hari sebelum masuk ke dalam batang. Larva yang lebih tua masuk ke dalam batang
dan makan pada bagian dalam batang di dekat pangkalnya. Larva instar terakhir
di dalam batang dapat bergerak turun ke bawah permukaan tanah untuk berdiapaose
kalau keadaan tidak menguntungkan. Pupa terbentuk di dalam batang tanaman padi
beberapa sentimeter di bawah permukaan tanah. Imago keluar dari pupa dan
merngkak ke luar dari lubang yang telah dibuat sebelumnya oleh larva sebelum
menjadi pupa
c)
Gejala
serangan
Ke dua spesies penggerek batang padi
tersebut menyerang dengan cara yang sama dan menimbulkan gejala kerusakan yang
sama pula. Serangan pada dalam setadium vegetative menimbulkan gejala sundep
yaitu matinya pucuk tanaman akibat titik tumbuhnya digerek larva penggerek batang.
Pucuk tersebut mula-mula berwarna kuning kemerah-merahan kemudian kering dan
mati. Serangan dalam stadium generative menimbulkan gejala beluk yaitu malai
hampa berwarna putih dan berdiri tegak karena tangkai malai putus digerek.
Pucuk yang diserang dalam stadium vegetative dan generative mudah dicabut
karena pangkal batangnya putus digerek.
d)
Pengendalian
Kultur Teknis
Menanam varietas yang cepat dewasa, Tanam Serempak,Mengurangi penggunaan pupuk
yang mengandung unsur Nitrogen (N) berlebihan. Membuang benih/bibit padi yang
mengandung telur pengerek batang sebelum penanaman. Eradikasi selektif dengan
mencabut tanaman terserang (sundep atau beluk).
Penggunaan Varietas Tahan Terdapat varietas
tahan yang menunjukkan ketahanan sedang terhadap serangan pengerek batang.
Varietas yang beranakan banyak dapat mengkompensasi terjadinya sundep seperti
varietas Silogonggo.
Fisik/Mekanis
Pengumpulan dan inkubasi kelompok telur agar parasitoid yang muncul dapat
dilepaskan kembali dengan bumbung bambu/bumbung parasitoid. Dapat juga
dilakukan pemasangan lampu perangkap untuk penangkapan ngengat/serangga dewasa.
Pengendalian
Hayati Terdapat beberapa musuh alami yang dapat menekan populasi pengerek
batang seperti Trichogramma spp., Telenomus rowani, Telenomus dingus, Tetastichus
schoenobii dan Apanteles.
Selain 2 pengerek tersebut mash ada
beberapa jenis penggerek batang padi yaitu :
1. Penggerek batang
padi kuning (Triporyza incertulas Walker (Pyralidae)).
2. Penggerek batang
padi putih ( Triporyza inotata Walker (Pyralidae)).
3. Penggerek batang
padi bergaris ( Chilo suppressalis Walker (Pyralidae)).
. Penggerek padi
berkepala hitam (C. polychrysus Meyrick (Pyralidae)).
5. Penggerek padi
berkilat ( C. auricilius Dudgeon (Pyralidae)).
6. Penggerek padi merah jambu (Sesamia
inferens Walker (Noctuidae))
HAMA PADI SAWAH
1.
Wereng Batang Coklat (WBC) (Nilaparvata
lugens Stal )
a)
siklus hidup
Telur Diletakkan
secara berkelompok pd jaringan parenkima pelepah Berwarna keputih-putihan,
bulat panjang (pj:0,87mm& lb :0,16mm ), berkisar 100 – 500 butir tergantung
lingkungan .
Nimfa baru menetas berwarna keputih-putihan, 2-3 hari
berubah putih kecoklatan dan coklat
setelah menginjak instar3.Panjang tubuh baru menetas 0,6 mm, menjadi 2 mm menjelang instar terakhir. Mengalami 5 stadia
(instar) Perbedaan stadia bentuk dan ukuran mesonotum dan metanotum
b)
gejala serangan
Tanaman terinfeksi
sangat kerdil danbanyak anakan, rumput,
daunnya sempit, pendek, kaku, hijau pucat dan Kadang-kadang mempunyai bercak
seperti karat. Kadang-Kadang juga terdapat percabangan anakan dari buku Tanaman
yang terinfeksi menghasilkan sedikit
malai yg Kecil berwarna coklat dan bulirnya hampa. Awal pertumbuhan daun menjadi
kasar /bergerigi dan Tidak teratur.
Bagian yg kasar biasanya menguning, kecoklatan, rusak/terpilin. Pada tanaman
dewasa > daun bendera pendek, terpilin, salah bentuk/kasar tak beraturan. Bulir padi pd tanaman yg terserang
sedikit yg berisi.
c)
Penendalian
Preventif : Tanam padi serempak ,Pengamatan populasi WBC,Monitoring
dg lampu perangkap
Kuratif : Menggunakan insektidida yg direkomendasikan buprofezin,
BPMC, fipronil, amitraz, karbofuran, imidakloprid, dll. tepat jenis dan dosis Perkembangan wereng batang coklat pada
pertanaman padi 4 generasi
§ Generasi 0 (G0) > 0-10 HST > migrasi
§ Generasi 1 (G1)>20-30 HST (akan menjadi imago generasi 1)
§ Generasi 2 (G2)> 30-60 HST (akan menjadi imago generasi ke2)
§ Generasi 3 (G3)> diatas 60 HST
à Pengendalian yg baik dilakukan pada saat G0 dan G1, pengendalian
saat G3 tidak akan berhasil.
Represif : merupakan kejadian luar biasa dan menyebabkan
kerusakan secara masal Tindakan yg dapat dilakukan : Pengeringan petakan sawah , Pencabutan
dan pembakaran seluruh tanaman ,Memilih varietas unggul baru yg lebih tahan, Melakukan
pergiliran /rotasi tanaman > mengatur pola tanam (P-P-PL)
2. Werengdaun hijau (Nephotettix spp.)
a)
Morfologi
Genus nephotettix dapat diidentifikasi 8 spesies dan 1
sub-spesies. Di Asia sebanyak 2 spesies yakni : N. virescens dan N.
nigropictus didapatkan lebih dominant dari pada spesies-spesies lainnya
baik dari segi besarnya populasi maupun luas sebarannya. Penyebaran werengdaun
hijau N. virescens : India, Bangladesh, Srilangka, RRC, Burma, Hongkong,
Vietnam, Laos, Malaysia, Indonesia, Philippina.
b)
Siklus hidup
Telur WDH > bulat panjang dan agak meruncing pd kedua
ujungnya, telur yg baru diletakkan bening, kemudian menjadi putih kekuning .kuningan.
Umur 2-3 hari 2 buah bintik merah mulai tampak pada salah satu ujungnya, telur diletakkan
berkelompok dan tersusun berjajar pada bagian sisi jaringan pelepah daun. Telur
lebih banyak diletakkan pada pelepah daun terluar.Stadia telur antara 4- 7
hari.
Nimfa WDH> instar 1, berwarna putih ke kuning-kuningan, setelah
berganti kulit > kuning atau hijau kekuning-kuningan. Nimfa yg baru menetas
segera menuju ke bagian atas tanaman padi dan berkumpul pada pangkal helai
daun. Nimfa berganti kulit> 5 kali, stadium larva didapatkan rata-rata 16
hari.
WDH>yg baru lepas dari instar 5 >kekuning-kuningan,
hijau kekuning-kuningan, dan menjadi hijau dalam waktu kurang lebih 3 jam.Lama hidup serangga dewasa
dipengaruhi oleh temperatur, antara 12-25 hari, seekor betina rata-rata
bertelur 313 butir
c)
Gejala serangan tungro yang di
sebabkan WDH
Daun berwarna kuning oranye ( berbintik-bintik karat
berwarna hitam dimulai dari ujung daun
dan selanjutnya berkembang ke bagian bawah.
Akibat serangan tungro : > jumlah anakan berkurang,
tanaman kerdil serta malai yg terbentuk
lebih pendek, banyak yg hampa,tinggi tanaman biasanya tidak merata. Tingkat
berkurangnya jumlah anakan tergantung saat infeksi dan ketahanan varietas.
Gejala lain > terjadinya pemendekan jarak antara
pangkal daun atau bahkan berhimpitan atau kadang-kadang satu bidang sehingga
terlihat seperti kipas.
d)
Pengendalian
Pada prinsipnya penyakit tungro tidak dapat dikendalikan
secara langsung artinya, tanaman yang telah terserang tidak dapat
disembuhkan.Pengendalian bertujuan untuk mencegah dan meluasnya serangan serta
menekan populasi wereng hijau yang menularkan penyakit. Mengingat banyaknya
faktor yang berpengaruh pada terjadinya serangan dan intensitas serangan, serta
untuk mencapai efektivitas dan efisiensi, upaya pengedalian harus dilakukan
secara terpadu yang meliputi : Waktu tanam tepat, Tanam serempak, Menanam
varietas tahan, Memusnahkan (eradikasi) tanaman terserang.
HAMA KEDELAI DAN KACANG
1. Etiella zinckenella
Morfologi dari ulat polong yaitu mempunyai panjang ngengat
kurang lebih 12 mm. sayap mukanya pada bagian tepi berwarna putih seperti
perak, atau kuning pucat. Kepala ulat berwarna hitam. Warna ulat
mula-mula hijau pucat, kemudian berubah menjadi merah muda. Bentuk ulat
silindris dengan panjang kuang lebih 15 mm.
Gejala serangan dapat dilihat dengan terdapatnya bercak
hitam pada kuit polong, dan didalamnya terdapat ulat. Warna buah yang terserang
berubah dari hijau menjadi gelap berkilau, sedangkan bijinya keropos.
Telur diletakkan pada polong atau daun. Jmlahnya 7-15 butir.
Setelah menetas ulat segera membuat lubang pada polong. Ulat kemudian memakan
biji dan mengeluarkan kotorannya. Ulat yang telah dewasa berwarna merah.
Setelah dewasa ulat meninggalkan polong an berkepompong di tanah.
Pengendalian Tindakan yang perlu dilakukan dalam
mengendalikan hama ulat polong ini yaitu :
a. Tindakan pencegahan dilakukan
penanaman serentak dan dalam aktu yang relative singkat selesai.
b. Penggunaan insektisida pada saat
setelah buah mulai terbentuk. dengan interval penyemprotan trgantung denga
intensitas serangan
1.
Agromysa phaseoli
Gejala
awal berupa bercak-bercak pada keping biji atau daun pertama. Bercak ini
merupakan tempat peletaka telur. Selanjutnya terlihat liang gerek pada keping
biji atau daun pertama. Ketika polong
yang diserang gugur, larva sudah berada di dalam batang. Pada saat larva telah
berada di pangkal akar daun mulai layu dan kekuning-kuningan. Tanaman akan mati
berumur 3-4 minggu. Jika tanaman tersebut dicabut akan didapati larva, pupa,
atau kulit pupa di antara akar dan kulit akar. Tanaman yang terserang dan masih
tetap hidup menampakkan akar-akar adventif di bagian terbawah dari batang. Sejauh yang diketahui, serangannya tidak
sehebat pada tanaman kedelai. Hal ini disebabkan karena keping biji kacang
hijau yang masih muda mudah rontok ketika diserang sehingga tidak memberi
kesempatan pada serangga tersebut untuk bertelur.
penyebab Lalat
kacang (Agromyza phaseoli Caq.) sebagai penyebab. Tubuhnya kecil dan berwarna
hitam mengilap. Perkawinannya (kopulasi) biasa terjadi antara pukul 09.00@10.00
pagi. Waktu matahari bersinar terik, lalat ini bersembunyi di dalam rumput di
dekat tanaman kacang hijau. Lalat kacang bertelur pada pagi hari. Telurnya
diletakkan pada keping biji atau pada daun pertama. Setelah telur menetas,
belatungnya menggerek dan memakan keping biji atau daun sehingga terbentuk
liang. Belatung ini akan terus menggerek ke tangkai daun dan masuk ke dalam
batang sampai pangkal akar, Kepompong atau pupanya berwarna cokelat kuning.
Pada setiap batang tanaman yang diserang rata-rata terdapat 4-5 pupa.
2.
Antherigona sp
Hama lalat bibit (Antherigona sp)
merupakan salah satu hama yang merugikan pada tanaman jagung. Hama lalat
bibit menyerang tanaman jagung yang masih muda terutama yang ditanam pada musim
hujan. Mengingat kerugian yang ditimbulkan cukup besar, diperlukan tindakan
pengendalian secara terpadu untuk menekan tingkat serangan sampai batas yang
tidak merugikan. Pengendalian hama terpadu merupakan komponen pengendalian yang
tepat karena lebih mengutamakan pengendalian secara alami seperti pemanfaatan
parasit, predator dan pathogen hama.Gejala
tanaman yang terserang hama lalat bibit diikuti daun yang masih muda
menggulung layu karena pangkalnya tergerek larva (Thiharso, 2000).
Larva yang sampai ke titik tumbuh
menyebabkna tanaman tidak dapat tumbuh lagi. Penyebabnya adalah lalat bibit
(Antherigona sp), dimana imago aktif pada siang hari pukul 16.00, periode imago
7 hari. Telur diletakkan pada permukaan bawah daun secara terpisah satu sama
lain. Periode telur 1-3 hari, lama stadium larva antara 8-10 hari dan stadium
pupa antara 5-11 hari dan stadium imago rata-rata 8 hari. Pupa berada dalam
tanah dekat tanaman, namun kadang-kadang dalam tanaman.
Pengendalian hama terpadu merupakan
pengembangan teknologi pengendalian lebih dilakukan pada pengendalian yang
bersifat alami dan sekecil mungkin mengurangi penggunaan insektisida. Beberapa
cara pengendalian lalat bibit adalah sebagai berikut:
Pengendalian hayati dapat dilakukan
dengan menggunakan parasitoid dan predator. Parasitoid untuk lalat bibit adalah
Trichogramma sp dan parasitoid untuk larva adalah Opius sp dan Tetrastichus sp.
Predator imago adalah clubiona japonicola.
Pergiliran tanaman Menanaman jagung
secara berturut-turut harus dihindari, karena akan member peluang pada lalat
bibit untuk tumbuh dan berkembang. Pergiliran tanaman sebagai upaya untuk
memutuskan daur hidup lalat bibit karena tidak ada persediaan makanan.
Penggunaan Insektisida harus dengan
bijaksana, terbatas dan selektif baik jenis maupun cara aplikasinya.
Insektisida yang digunakan korbufuran 10 g/kg benih melalui titik tumbuh dan
untuk daerah endemic menggunakan Tiodicarb 75WP 15 g/kg benih atau karbosulfan
2,5 g/kg benih.
Menanam beberapa varietas yang tahan
terhadap serangan lalat bibit seperti Nusa Penida dan Sweet Corn. Varietas yang
agak tahan seperti Bromo, Abimanyu, dan Nakula.
1.
Aphis sp.
Kingdom : Animalia
Filum :Arthropoda
Kelas :Insecta
Ordo : Homoptera
Kelas :Insecta
Ordo : Homoptera
Famili : Aphididae
Genus : Aphis
Spesies : Aphis maidis
Bioekologi
hama Aphis :
1.
Sifatnya partenogenesis, yaitu telurnya berkembang menjadi nimfa tanpa terjadi
pembuahan, kemudian dilahirkan oleh induknya.
2. Lama
hidupnya antara 13 – 18 hari dengan 4 – 8 kali instar.
3. Nimfa yang baru terbentuk
langsung mengisap cairan tanaman secara bergerombol. Nimfa
dewasa berwarna hitam dan berkilau. Antenenya lebih pendek dari pada abdomen.
4. Betina
menjadi dewasa setelah berumur 4 – 20 hari. Panjang tubuh yang bersayap
rata-rata 1,4 mm dan yang tidak bersayap rata-rata 1,5 mm. Mulai menghasilkan
keturunan pada umur 5 – 6 hari dan berakhir sepanjang hidupnya.
Gejala serangan hama
Stadia yang merusak adalah nimfa dan
imago yang umumnya mengisap pada bagian daun permukaan bawah, kuncup, batang
muda. Tanaman yang terserang akan terhambat pertumbuhannya menjadi lemah dan
kehilangan warna daun, mengkerut dan akhirnya menyebabkan penurunan hasil
produksi. Serangan berat pada fase pembungaan atau pembentukan
polong dapat menurunkan hasil panen. Selain itu, kutu daun kacang juga
merupakan vektor penyakit virus (CAMV) (Soemadi, 2002).
2. Pengorok
daun (Liriomyza spp)
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Family : Agromyzidae
Genus : Liriomyza
Spesies : Liriomyza huidobrensis
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Family : Agromyzidae
Genus : Liriomyza
Spesies : Liriomyza huidobrensis
Lalat
Liriomyza huidobrensis bertubuh kecil, mungil, dengan panjang antara 1-4
mm. Konon, lalat penggorok daun ini berasal dari daerah Amerika Tengah dan
Amerika Selatan. Selain menyerang daun, lalat ini juga menyerang batang muda dan
buah, seperti pada kacang polong.
Siklus
hidup Liriomyza huidobrensis pada tanaman kentang berlangsung selama
22-25 hari. Telur yang diletakkan pada bagian epidermis akan menetas setelah
2-4 hari. Stadium larva berlangsung selama 6-12 hari dan terdiri dari tiga
instar. Larva instar kedua dan ketiga merupakan larva yang paling besar
menimbulkan kerusakan. Pada fase berikutnya, larva akan berubah menjadi pupa,
yang bersembunyi di dalam tanah atau di antara daun. Setelah delapan hari,
stadium pupa selesai dan berubah menjadi lalat dewasa.
Serangan
diawali dengan lalat betina meletakkan sejumlah telur melalui ovipositornya,
kurang lebih 50-300 butir, pada bagian epidermis daun. Setelah menetas, larva
akan menggerogoti jaringan mesofil daun, sehingga jaringan tersebut menjadi
terbuka atau terluka. Luka pada jaringan mesofil ini berpotensi menimbulkan
serangan penyakit sekunder, terutama disebabkan oleh infeksi fungi maupun
bakteri, sehingga daun akan membusuk. Sementara lalat dewasa akan menghisap
cairan tanaman hingga tanaman mengering dan tidak mampu lagi mengeluarkan tunas
baru.
Lalat
ini akan berkembang baik pada saat cuaca panas dan kelembaban rendah. Pada suhu
25-32°C dengan kelembaban udara rendah, lalat dewasa akan terangsang untuk
kawin dan menghasilkan keturunan baru. Sehingga pada suhu yang demikian,
berpotensi terjadi serangan berat lalat penggorok daun Liriomyza
huidobrensis, dengan tingkat kerugian yang dialami oleh petani sangat
tinggi.Pemupukan dengan nitrogen tinggi akan merangsang terjadinya serangan
Hama Penggorok Daun (Liriomyza huidobrensis). Memang, salah satu hal
yang mempengaruhi tingkat serangan hama atau penyakit adalah faktor abiotik,
salah satunya adalah pemupukan tidak berimbang. Oleh karena itu, penggunaan
pupuk berimbang dan terukur selama proses budidaya lebih disarankan, sebagai
salah satu upaya menanggulangi serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan
upaya pengendalian terhadap lalat Liriomyza huidobrensis adalah tingkat
resistensi yang cukup tinggi terhadap aplikasi suatu jenis pestisida tertentu.
Oleh karena itu, hindari penggunaan pestisida tunggal selama proses budidaya.
Dosenpengajar
:Ir.A.A.A.A. Sri Sunari, MS.
HAMA
UBI JALAR DAN PISANG
1.
Cyclas
fermcarius
Klasifikasi
Kingdom
: Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insecta
Genus
: Cylas
Spesies
: Cylas Formicarius
Morfologi
Kumbang Cylas Cukup
Indah Bentuk Dan Warnanya, Berukuran 5 – 6,5 Mm. Kepala Dan Sayap Bagian
Luar Berwarna Biru Sedangkan Leher Dan Kakinya Berwarna Merah.
Ekologi
Cylas Banyak Terdapat
Di Daerah Yang Tananya Gembur. Pada Siang Hari, Cylas Tidak Dapat Merayap
Kemana – Mana Dan Berkumpul Bersama Yang Lain Di Tempat Yang Teduh. Bila
Diganggu, Dengan Seketika Cylas Akan Merebahkan Diri Seolah – Olah Mati.
Pengendalian
Cara Mekanis,
Meninggalkan Umbi – Umbi Yang Terkena Serangan Cylas Pada Waktu Panen,
Melakukan Rotasi Tanaman, Penimbunan Secukupnya Pada Bendengan Agar Umbi Tidak
Muncuk Ke Permukaan.
2.
Erionota tharx
Klasifikasi
:
Kingdom :
Animalia
Filum :
Arthropoda
Kelas :
Insecta
Ordo :
Lepidoptera
Famili :
Hesperiidae
Gejala
Serangan
Daun yang diserang ulat biasanya digulung, sehingga
menyerupai tabung dan apabila dibuka akan ditemukan ulat di dalamnya. Ulat yang
masih muda memotong tepi daun secara miring, lalu digulung hingga membentuk
tabung kecil. Di dalam gulungan tersebut ulat akan memakan daun.
Apabila
daun dalam gulungan tersebut sudah habis, maka ulat akan pindah ke tempat lain
dan membuat gulungan yang lebih besar. Apabila terjadi serangan berat, daun
bisa habis dan tinggal pelepah daun yang penuh dengan gulungan daun.
Morfologi/Bioekologi Kupu-kupu mengisap madu bunga pisang
dan melakukan kopulasi sambil berterbangan pada waktu sore dan pagi hari serta
bertelur pada malam hari.
Telur
diletakkan berkelompok sebanyak ± 25 butir pada daun pisang yang masih utuh.
Ulat yang masih muda warnanya sedikit kehijauan, tubuhnya
tidak dilapisi lilin. Sedangkan ulat yang lebih besar berwarna putih kekuningan
dan tubuhnya dilapisi lilin.
Pupa berada di dalam gulungan daun, berwarna kehijauan dan dilapisi lilin. Panjang pupa lebih kurang 6 cm dan mempunyai belalai (probosis). Siklus hidup di Bogor berkisar antara 5 – 6 minggu. Tanaman Inang Lain Tanaman pisang hias, pisang serat.
Pupa berada di dalam gulungan daun, berwarna kehijauan dan dilapisi lilin. Panjang pupa lebih kurang 6 cm dan mempunyai belalai (probosis). Siklus hidup di Bogor berkisar antara 5 – 6 minggu. Tanaman Inang Lain Tanaman pisang hias, pisang serat.
Pengendalia Cara mekanis
Daun pisang yang tergulung diambil, kemudian ulat yang ada
di dalamnya dimusnahkan
• Cara biologi
• Cara biologi
ü Pemanfaatan predator seperti burung
gagak dan kutilang
ü Pemanfaatan parasitoid telur (tabuhan
Oencyrtus erionotae Ferr), parasitoid larva muda (Cotesia (Apanteles) erionotae
Wkl), dan parasitoid pupa (tabuhan Xanthopimpla gampsara Kr.). Parasitoid
lainnya: Agiommatus spp., Anastatus sp.. Brachymeria sp., dan Pediobius
erionatae.
Dosen
pengajar : Dr. I Putu Sudirta, SP. Msi
HAMA KELAPA
1. Oryctes rhinoceros
a) Taksonomi dan morfologi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Scarabaeidae
Genus : Oryctes
Spesies : Oryctes rhinoceros
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Scarabaeidae
Genus : Oryctes
Spesies : Oryctes rhinoceros
Ukuran 20-40 mm , Warna
hitam, Panjang kumbang ± 5 cm-6 cm, mempunyai 2 pasang sayap dimana sayap depan
keras, pada bagian ujung kepala kumbang terdapat tanduk, tipe mulut menggigit
mengunyah
b) Siklus
hidup
Telur serangga ini
berarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian bulat dengan diameter kurang
lebih 3 mm. Telur-telur ini diletakkan oleh serangga betina pada tempat yang
baik dan aman (misalnya dalam pohon kelapa yang melapuk), setelah 2 minggu
telur-telur ini menetas. Rata-rata fekunditas seekor serangga betina berkisar
antara 49-61 butir telur, sedangkan di Australia berkisar 51 butir telur,
bahkan dapat mencapai 70 butir (Bedford, 1980). Stadium telur berkisar antara
11-13 hari, rata-rata 12 hari (Khalshoven, 1981). Sedangkan menurut suhadirman
(1996), telur-telur menetas setelah 12 hari.
Larva
yang baru menetas berwarna putih dan setelah dewasa berwarna putih kekuningan,
warna bagian ekornya agak gelap dengan panjang 7-10 cm. Larva deasa berukuran
panjang 12 mm dengan kepala berwarna merah kecoklatan. Tubuh bagian belakang
lebih besar dari bagian depan. Pada permukaan tubuh larva terdapat bulu-bulu
pendek dan pada bagian ekor bulu-bulu tersebut tumbuh lebih rapat. Stadium
larva 4-5 bulan ( Suhadirman, 1996), bahkan adapula yang mencapai 2-4 bulan
lamanya (Nayar, 1976). Stadium larva terdiri dari 3 instar yaitu instar I
selama 11-21 hari, instar II selama 12-21 hari dan instar III selama 60-165
hari (Berdford,1980).
Pupa
Ukuran pupa lebih kecil dari larvanya, kerdil, bertanduk dan berwarna merah
kecoklatan dengan panjang 5-8 cm yang terbungkus kokon dari tanah yang berwarna
kuning. Stadia ini terdiri atas 2 fase:
Fase
I : selama 1 bulan, merupakan perubahan bentuk dari larva ke pupa.
Fase II :
Lamanya 3 minggu, merupakan perubahan bentuk dari pupa menjadi imago, dan masih berdiam dalam kokon (Suhadirman,
1996).
Imago
Kumbang ini berwarna gelap sampai hitam, sebesar biji
durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus, pada bagian kepala
terdapat satu tanduk dan tedapat cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas
dibelakang kepala (Anonim, 1980).Menurut Mo (1975), kumbang O.rhinoceros pada
bagian atas berwarna hitam mengkilat, bagian bawah coklat merah tua. Panjangnya
3-5 cm. Tanduk kumbang jantan lebih panjang dari tanduk betina. Pada kumbang
betina terdapat bulu yang tumbuh pada ujung abdomennya, sedangkan pada kumbang
jantan bulu-bulu tersebut hampir tidak
c)
Gejala
serangan
Daun muda yang belum membuka (biasa
disebut pupus/janur) dan pada pangkal daun berlubang-lubang karena dimakan oleh
kumbang ini.
d)
Pengendalian
1) Pengendalian secara mekanis, yaitu
dengan melakukan kutip manual kumbang yang menyerang/ditemukan di pokok
(TBM/pokok rendah) menggunakan alat kait dari besi.
2) Sanitasi (eradikasi breeding
site) dan kutip serangga pra-dewasa. Pengendalian serangga ini tidak bisa
terlepas dari pengelolaan tempat perkembang-biakannya (breeding site).
Pengendalian yang mengabaikan pengelolaan (eradikasi) breeding site
ibarat menguras perahu bocor tanpa menambalnya, kerusakan tanaman akan tetap
terjadi. Breeding site pada dasarnya adalah tumpukan material
organik yang akan membusuk, bisa berupa rumpukan kayu, pupuk kandang, sampah
domestik (rumah tangga) dan terutama material dari bagian-bagian tanaman sawit,
seperti pokok sawit mati (log-yang masih berdiri maupun yang sudah
tumbang), sampah TBS, hasil ketrek buah, tumpukan janjang kosong, kentosan,
limbah pabrik (fiber, cangkang), sisa cuci parit di lahan gambut
dll. Maka, penumpukan janjang kosong tidak boleh lebih dari satu lapis dan
pokok mati yang masih berdiri segera ditumbang dan dicincang (chipping)
lalu diserak, tidak boleh ditumpuk kembali agar cepat lapuk dan cepat
mengering. Apabila cara tersebut tidak memungkinkan dilakukan, maka tetap harus
dilakukan pengendalian lainnya, seperti aplikasi Cendawan entomopathogen.
3) Penggunaan Perangkap Feromon (Attractant). Metode
pengendalian ini cocok dilakukan pada tanaman menghasilkan (TM) yang pokoknya
sudah berumur (tinggi).
Feromon merupakan substansi kimia yang dikeluarkan oleh individu tertentu sehingga
mampu menyebabkan reaksi dari individu lain yang sejenis (CPC, 2003).
Bau atau aroma dari substansi kimia tersebut akan menarik
serangga untuk mendatangi perangkap. Pheromon Trap dipasang dengan
radius coverage seluas ±2 hektar dan harus digantung minimal 2
meter di atas permukaan tanah.
4) Penggunaan material penolak serangga
(Reppelent). Di dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa penggunaan Naphthalene (Kapur
Barus) memiliki efektifitas yang sangat baik, kecuali apabila intensitas
serangan sudah tinggi (Chung, 1991). Hasil penelitian Pardede dan Utomo
(1992) serta Singh (1987) menyatakan bahwa perlakuan Naphtalene dapat
menekan serangan kumbang tanduk masing-masing secara berurutan sebesar 97% dan
95%. Jika dibandingkan dengan pengendalian kimiawi, pengendalian dengan
cara ini jauh lebih baik, lebih menguntungkan dan lebih environmentally.
Material kapur barus dan plastik cukup dibeli dengan harga sekitar Rp. 1 jt
untuk setiap blok dan dapat bertahan selama 3-4 bulan, sedangkan karbofuran
atau karbosulfan 5% perlu 40 kg/blok (Rp. 17.000/kg) dan harus dirotasi tiap 2
minggu (tidak termasuk jika curah hujan tinggi).
5) Pengendalian
biologis, yaitu pengendalian dengan memanfaatkan organisme atau menggunakan
material yang berbahan aktif organisme musuh alaminya. Musuh alami yang sudah
sering dimanfaatkan antara lain adalah Baculovirus oryctes (virus
entomopatogen), Metharizium sp. dan Beauveria bassiana (cendawan
entomopathogen).
2. Brontispa
longissima
a)
Taksonomi dan morfologi
Sistematika kumbang pucuk daun
(janur) menurut Kalshoven (1981)
adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Hexapoda
Ordo : Coleoptera
Famili : Chrysomelidae
Genus : Brontispa
Spesies
: Brontispa longissima
b)
Siklus hidup
Kumbang
janur B. longissima memiliki telur berbentuk pipih, lonjong,
panjang 1,4 mm dan lebar 0,5 mm.
Telur diletakkan secara berkelompok 2-7 butir/kelompok pada lipatan janur.
Stadium telur 4-7 hari. Larva baru
panjangnya 2 mm dan larva tua 8-10
mm. Stadium larva 23-43 hari. Pupa
berwarna putih-kekuningan kemudian
menjadi merah kecoklatan, panjangnya
8-10 mm dan lebar 2 mm. Stadium
pupa 4-5 hari. Imago panjangnya 7,5-10 mm
dan lebar 1,5-2 mm, bentuknya pipih
panjang. Stadium imago 75-90 hari.
Stadia larva dan imago merupakan
stadia aktif karena di dalam lipatan janur
melakukan kegiatan mengetam atau
menggerigiti dan memakan kulit janur
secara memanjang. Setelah daun
membuka, tampak jaringan becak-becak
memanjang dan daun menjadi keriput
kemudian kering dan berwarna coklat
(Arifin, 2011).
c) Gejala
serangan
Kumbang
B. longissima merusak atau menyerang pucuk kelapa terutama tanaman
kelapa yang masih muda, serangan hama dapat mengakibatkan pucuk tanaman tidak
dapat berkembang secara sempurna, daun menjadi kecil dan pendek, anak daun yang
terserang kelihatan melengkung, keriting,berwarna kemerahan atau mengering dan
terdapat garis-garis memanjang bekas gigitan. Serangan yang hebat dapat
mengakibatkan kematian pohon kelapa terutama pohon yang masih muda (Warisno,
2003).
d) Pengendalian
Keberadaaan
OPT perlu diwaspadai sejak dini agar tidak terjadi serangan
yang cukup berat dan mengakibatkan
kerusakan tanaman secara total atau tidak menghasilkan. Untuk mencegah
tingginya tingkat serangan perlu dilakukan upaya pengendalian hama yaitu dengan
memanfaatkan musuh musuh alaminya (pengendalian hayati) seperti predator, parasit
dan pathogen (Sunarno, 2012). Pengendalian hayati sudah dikenal sebagai metode
yang efektif dalam pengendalian hama-hama penting yang menyerang tanaman
kelapa, seperti Ooencyrtus podontiae, Tetrastichus brontispae, Metarhizium
anisopliae dan Beauveria bassiana. Diantara agens-agens hayati yang
sudah dimanfaatkan dalam pengendalian hayati, agens hayati dari jenis predator
informasinya masih predator yang mampu mengendalikan keberadaan kumbang pucuk
daun kelapa B. longissima adalah Cecopet Chelisoches morio
0 comments:
Post a Comment