BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Agar tanaman terinfeksi harus
pertama menjadi terinokulasi dengan parasit. Inokulasi adalah proses dimana
spora atau bagian infektif lainnya kontak dengan permukaan tanaman. Proses
infeksi meluas dari perkecambahan inokulam pathogen atau dalam inang sampai
waktu ketika pathogen masuk menjadi beberapa bentuk hubungan parasit dengan
inang. Lokasi awal kontak antara pathogen dengan permukaan inang sering
diistilahkan sebagai lingkungan infeksi.
Dapat atau tidaknya tanaman
terinfeksi setelah diinokulasi tergantung atas sejumlah faktor interaksi. Ini
termasuk : kerentanan tanaman terhadap infeksi oleh pathogen tertentu,
kemampuan pathogen tertentu untuk menyerang spesies atau kultivar inang
tertentu, dan lingkungan. Dengan kata lain, jenis hubungan inang-patogen yang
berkembang tergantung atas interaksi yang terjadi antara genotip inang dengan
pathogen tersebut. Interaksi ini dapat dimodifikasi oleh lingkungan.
Semua tanaman dan semua pathogen
ketika secara kolektif, menjadi tampak tahan terhadap penyakit adalah kondisi
normal tanaman. Kerentanan terhadap penyakit merupakan perkecualian. Dengan
kata lain, sangat banyak tanaman tahan terhadap kebanyakan pathogen.
Alternatif, salah satu dapat dikatakan bahwa sangat banyak pathogen memiliki
kisaran inang terbatas dan dapat secara normal menyerang jumlah spesies tanaman
terbatas.
Proses infeksi dapat dibagi menjadi
tiga fase : prepenetrasi, penetrasi dan postpenetrasi. Stadium dalam proses
infeksi ciri khas jamur menginfeksi dan disajikan dalam Gambar 6.1. Kalau
proses infeksi terhambat pada salah satu stadium ini penyakit tidak akan
berkembang.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana proses pathogen tersebut
menginfeksi tanaman?
1.3 Tujuan
Mengetahui proses infeksi tanaman
dari pathogen
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Fase Prepenetrasi Infeksi
Sangat
banyak jamur, fase prepenetrasinya mulai dengan perkecambahan spora dan
termasuk pertumbuhan menghasilkan tabung kecambah pada permukaan tanaman dan
dalam beberapa hal, produksi struktur infeksi khusus seperti apresoria atau
bantalan infeksi.
Perkembangan pathogen selama fase
prepenetrasi infeksi dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor ini temasuk fisik,
kimia dan sifat biologi permukaan tanaman dan kebutuhan fisik, kimia dan
biologi pathogen.
PERIODE INFEKSI
WAKTU GENERAS
PERIODE INUBASI
1.
Inokulasi FASE
PREPENETRASI
2. Perkecambahan
spora
3. Pertumbuhan
tabung kecambah
4. Pembentukan
apresoria
5. Penetrasi
inang FASE PENETRASI
6. Kolonisasi
inang
7. Gejalan
pertama penyakit FASE POSTPENETRASI
8. Sporulasi/penyebaran
inokulum
9. Kematian
koloni/sporulasi berhenti
Gambar 6.1. Proses
infeksi ciri khas jamur menginfeksi daun (Brown, 1980)
2.1.1 Karakteristik permukaan
tanaman
Ada
perbedaan fisik, kimia dan biologi antara permukaan spesies tanaman yang
berbeda dan di antara bagian tanaman yang berbeda dari tanaman yang sama.
Contoh lingkungan pada permukaan akar, berbeda dengan yang terjadi pada daun.
Pengunaan tanah pengaruh penyangga menghadapi suhu ekstrem, air dan fluktuasi
lingkungan lainnya. Sebaliknya, spora jamur yang mendarat pada permukaan
tanaman di atas tanah tanpa perlindungan menghadapi resiko kekeringan, sinar
ultra violet, dan suhu ekstrem.
Eksudat pada permukaan tanaman dapat
menekan atau menstimulasi perkembangan pathogen. Mekanisme kesudat mempengaruhi
perkecambahan atau perkembangan pathogen bervariasi dengan system inang-patogen
yang berbeda. Contoh, kulit bagian luar bawang merah berpigmen mengandung
senyawa fenolik dari jamur smudge (kotor berasap) pada bawang merah (Colletotrichum circinans). Kulit bawang
putih tidak mengandung senyawa ini dan oleh karenanya lebih rentan terhadap
penyakit. Adanya asam protokatekuat tidak menghambat perkembangan pathogen
seperti Aspergillus niger yang
intensif bercampur. Sama halnya, pertumbuhan buruk Mycosphaerella spp. Pada
varietas tahan chik pea (Cicer arietimum) dilengkapi sekresi asam malat dengan
bulu kelenjar pada permukaan daun. Akar dari kebanyakan kubis-kubisan
(cruciferae) mengandung Mustard oil
yang mencegah telur beberapa nematode Heterodera
spp. Menetas. Ada beberapa laporan mengenai senyawa pada permukaan tanaman yang
menekan perkembangan pathogen selama fase prepenetrasi dari proses infeksi.
Begitu juga untuk menekan
perkembangan, beberapa eksudat pada permukaan tanaman telah menunjukan memacu
perkembangan pathogen baik dengan menyediakan stimuli spesifik untuk
perkecambahan atau penetasan, dengan menyediakan untuk pertumbuhan pathogen
atau dengan menetralisir pengaruh penghambat perkecambahan dan pertumbuhan.
Spora istirahat spongospora subteranea (penyebab penyakit kudis tepungpada kentang)
dan telur Globodera (Heterodera)
rostochiensis tidak berkecambah secara normal atau menetas secara spontan
dalam tanah dan hanya dalam keberadaan akar beberapa spesies tanaman. Sama halnya, keberadaan inang dan beberapa
tanaman bukan inang menstimulasi perkecambahan spora plasmodiophora brassicae (penyebab penyakit akar gada tanaman kubis-kubisan)
dan Urocystis agropyri (penyebab
penyakit gosong pada daun dan daun bendera gandum). Senyawa volatile (mudah
menguap) dihasilkan oleh tanaman menstimulasi perkecambahan sklerotia Sclerotiorum cepivorum dan jamur
lainnya.
Perkembangan prepenetrasi pada
kebanyakan pathogen tanaman ditingkatkan oleh eksudat tanaman walaupun tidak
penting bagi infeksi. Contoh, spora Botrytis
cinerea, Sclerotinia fructicola dan banyak jamur lainnya berkecambah sangat
baik dalam tetesan air pada tanaman tertentu atau bagian tanaman dari pada air
destilasi itu sendiri.
Tanah mengandung senyawa fungistatik
(belum terindentifikasi), walaupun tidak membunuh pathogen, mencegah
perkecambahan dan pertumbuhannya dalam tanah. Oleh karena itu kemungkinan,
eksudat akar memainkan peran penting dalam pemindahan pengaruh fungistatik
tanah dan meningkatkan perkembangan
beberapa jamur pathogen.
Beberapa jamur dan mungkin bakteri
tampak melekat ke arah daerah tertentu permukaan tanaman. Zoospora beberapa
jamur embun tepung melekat ke arah stomata, kemungkinan karena zoospore
tersebut adanya konsentrasi beberapa sekresi inang. Sama halnya, zoospore dari Phytophthora cinnamomi melekat ke arah
akar advokad yang rentan dan P.
cittrophthora ke arah jeruk yang rentan.
Pembentukan bantalan infeksi oleh Rhizoctonia solani dan ditemukan bahwa
pembentukannya dipicu oleh substansi yang mampu di keluarkan dari akar tanaman
rentan. Ada sedikit bukti untuk menjelaskan bahwa pembentukan apresoria di
dukung oleh stimuli zat kimia. Apresoria Botrytis
cinerea terbentuk pada bagian dalam membrane seperti gold dan aluminium foil
dan pada lembar pplythene. Tetapi pembentukan apresoria pada bagian membrane
sering ditingkatkan oleh goresan membrane dengan abrasi. Pengamatan ini dan
yang lain mengindikasikan bahwa dalam kebanyakan jamur, pembentukan apresoria
dipicu oleh stimuli fisik.
Faktor biotiuk lainnya yang secara
langsung berhubungan dengan permukaan inang dapat mempengaruhi perkembangan
prepenetrasi pathogen. Contoh, menyebar dari serbuk sari tampak spora yang
hampir mati Botrytis cinerea berkecambah dan menginfeksi tanaman. Jadi
keberadaan serbuk sari dapat meningkatkan level penyakit akibat dari pemberian
sejumlah inokulum.
Populasi mikroba non-parasitik pada
atau dekat permukaan tanaman dapat mempengaruhi perkembangan pathogen. Mikroba
non-parasitik dalam lingkungan kara (rizosfer) dan lingkungan pada daun
(filoplan) dapat menghasilkan metabolit yang menstimulasi atau menekan
perkembangan pathogen, memecah senyawa yang dikeluarkan oleh tanaman, berkompetisi
dengan pathogen untuk hara yang tersedia atau perubahan lingkungan mikro
permukaan tanaman dalam setiap langkah mempengaruhi perkembangan pathogen
tanaman.
2.1.2 Kebutuhan pathogen
Spora
beberapa jamur pathogen segera berkecambah setelah menyediakan dan menghasilkan
kondisi lingkungan yang menguntungkan. Beberapa spesies membutuhkan periode
istirahat atau dorman sementara yang lain berkecambah hanya setelah periode
istirahat dan mengarah ke stimulus perkecambahan atau kondisi lingkungan spesifik.
Dalam beberapa jamur seperti tepung kemampuan berkecambah bervariasi menurut
waktu dan hari.
Teliospora Urocystis agropyri
(penyebab gosong daun bendera pada gandum) berkecambah secara buruk koleksi
segar terjadi saat diarahkanke stimulus perkecambahan disediakan oleh substansi
volatile yang dihasilkan oleh tanaman gandum. Perkecambahannya meningkat
setelah periode penyimpanan. Sama halnya, teliospora Puccina graminis berkecambah hanya setelah diarahkan ke kondisi
dingin (antara membeku dan mencair) dan secara ekstrim sukar untuk berkecambah
di bawah kondisi laboratorium. Produksi spora yang menunjukan dorman atau periode irtirahat atau
membutuhkan ke arah kondisi lingkungan spesifik untuk perkecambahan sering
mampu jamur untuk bertahan hidup dari satu musim ke musim berikutnya.
Spira beberapa jamur (contoh,
urediospora P. graminis) tidak
berkecambah ketika sangat padat. Penghambatan sendiri ini kemungkinan akibat
produksi toksik, substansi volatile yang di hasilkan oleh spora. Sebaliknya,
beberapa jamur, (contoh, urediospora Transzchella
discolor jamur karat peachI berkecambah hanya ketika keadaan padat
kemungkinan akibat stimulasi sendiri.
Perkembangan pathogen dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, cahaya, aerasi, pH dsb. Setiap
spesies pathogen memiliki kebutuhan lingkungan berbeda. Begitu jug, strain
dalam spesies sering merespon perbedaan lingkungan. Spora kebanyakan jamur
pathogen berkecambah hanya dalam keberadaan air bebas dan perpindahan beberapa
nematode tergantung atas keberadaan lapisan air. Beberapa jamur tepung telah
menunjukan perkecambahan dan menginfeksi tanaman dalam absennya air bebas. Suhu
optial untuk perkembangan jamur patogenik tanaman berkisar dari 15 dan 250C
walaupun beberapa spesies memiliki optimasi di luar kisaran ini, pathogen tukar
tanah dengan faktor seperti aerasi dan pH mempengaruhi proses infeksi.
2.2 Fase penetrasi infeksi
Pada permukaan tanaman terdapat
banyak penghalang yang harus diatasi sebelum pathogen dapat memasuki tanaman.
Patogen kalau tidak mampu melampaui penghalang ini infeksi akan tidak terjadi.
Penghalang mekanik seperti ketebalan kutikula pada system tunas dan periderm
system akar sering mencegah pathogen memasuki tanaman. Penghaang kimia seperti
yang telah didiskusikan sebelumnya telah menunjukan dapat mencegah patogn dari
penetrasi inangnya. Dalam beberapa hal komposisi kimia jaringan tanaman mungkin
tidak responsive terhadap enzim yang dihasilkan oleh pathogen dan sebagai
konsekuensinnya pathogen mungkin dicegah memasuki tanaman.
Patogen dapat memasuki tanaman
inangnya melalui lubang alami, dengan secara langsung mempenetrasi kutikula
atau peridermis atau melalui luka. Beberapa pathogen tampak memasuki inangnya
hanya dengan satu cara ini sementara yang lain memasuki dengan lebih dari satu
cara. Contoh jamur seperti Plasmopara
viticola dapat masuk melalui stomata, beberapa yang lain seperti Alternaria
helianthi dan phytophthora infestans dapat masuk melalui stomata luka atau secara langsung mempenetrasi
permukaan dan beberapa yang lain seperti puccina graminis masuk tergantung atas
fase siklus hidupny. Stadium uredial dan aecial memasuki stomata serealia dan
rumput sebagai inang sementara stadium basidial secara langsung mempenetrasi
kutikula daun barberry. Hal ini
berarti bahwa pathogen memasuki inangnya ditentukan oleh susunan genetic
pathogen dan beberapa detentukan oleh kondisi lingkungan.
2.2.1 Penetrasi langsung
Penetrasi
langsung walaupun tampak kontak permukaan tanaman telah diketahui sangat lama
untuk beberapa tahun lalu (DE Bray, 1886) mekanisme yang tepat penetrasi
langsung masih belum sepenuhnya dimengerti, disamping telah banyak penelitian.
Banyak jamur, sangat banyak nematode parasitic dan parasitic bung tnaman
mempenetrasi kelalui kontak permukaan tanama. Penetrasi langsung adalah umumnya
pada beberapa pathogen tepun, embun tepung, banyak pathogen daun dan banyak
jamur yang menyerang akar. Kemungkinan bahwa jamur penetrasi langsung dengan
menyerang daun lebih umum dari pada yang melalui lubang alami atau luka.
Beberapa jamur miseliannya meluas
selanjutnya hifa penetrasi. Banyak jamur menginfeksi akar tumbuh pada akar
sebagai hifa tunggal atau sebagai agregat miselia seperti benang miselia atau
rizomorf. Contoh, Gaeumannomyces graminis
(penyebab penyakit take-all serelia) menghasilkan hifa ectotrophic runner (tumbuh di luar) dan Armillaria mellea membentuk rizomorf pada akar tanaman. Pada jamur
ini, gabungan hifa menghasilkan bantalan infeksi pada titik penetrasi dan
penetrasi tampak akibat dari tekanan mekanik yang menembus periderm sampai
terbuka.
2.2.2 Penetrasi melalui lubang
alami
Lubang alami termasuk, stomata,
hidatoda, lentisel, leaf scar, nectarines, dan mungkin ectodesmata. Banyak
jamur dan bakteri pathogen serta beberap nematode memasuki inangnya melalui
lunbang alami, khususnya lewat stomata.
Tabung kecambah beberapa jamur
seperti Alternaria helianthi, Cladosporium
filvum, dan Deschlera victoria
secara langsung memasuki stomata, banyak jamur membentuk apresoria sebelum
memasuki stomat. Pada jamur seperti Puccinia
graminis tabung kecambah membentuk paresoria membengkak melewati stomata
dari hifa penetrasi memasuki llubang stomata. Visicle sub-stomata kemudian
terbentuk dalam lubang di bawah stomata dari hifa interseluler dan haustoria
berkembang.
Beberapa jamur seperti Puccinia striiformis (penyebab karat
garis atau kuning pada gandum) menhasilkan apresoria kecil yang tidak menarik
perhatian dan spesies seperti Rhizoctonia
solani membentuk apresoria ganda yang sering disebut sebagai bantalan
infeksi. Banyak jamur embun tepung dan anggota dari Albuginaceae menghasilkan
zoospore yang berenang memasuki stomata. Contoh zoospore Albugo tragopogonis berenang ke dalam stomata dan kista dalam
kapasitas sub-stomata. Kista zoospore selanjutnya berkecambah menghasilkan
tabung kecambha dan menghasilkan hifa interseluler dan haustoria. Sama halnya,
bakteri berflagea dapat berenang ke dalam stomata. Beberapa spesies nematode
berenang dalam lapisan air pada permukaan tanaman dan memasuki stomata.
Hidatoda merupakan lubang alami yang
terjadi pada ujung vessel silem pada pinggir daun. Selama kondisi lembab
tanaman sering mengeluarkan air dari hidatoda dan tetesa gutasi berkembang pada
pinggir daun. Ketika suhu meningkat dan kelembaban menurun, tetesan gutasi
mungkin diisap kembali ke dalam system vascular tanaman. Bakteri seperti Erwinia amylovora dan Xanthomonas campestris sering memasuki
lubang hidatota. Ada sedikit laporan jamur memasuki hidatoda
Lentisel adalah kecil, muncul
pori-pori yang berkembang pada batang kayu, akar dan buah. Kehiulangan susunan
sel dalam lentisel mampu mengubah gas di antara jaringan tanaman bagian dalam
dan atmosfer. Sejumlah pathogen memasuki tanaman lewat lentisel. Streptomyces scabies (penyebab
penyakit kudis pada kentang) memasuki umbi lewat lentisel dan sering
penicellium expansum (kapang biru pada apel) dan Sclerotinia fructicola (penyebab busuk coklat pada buah stone)
Titik masuk yang lain bagi pathogen
termasuk leaf scar (Nectria galligena,
penyebab kanker pada apel), titik luar akar lateral (Thielaviopsis basicola, penyebab busuk hitam pada tembakau), luka
vesicle berminyak pada buah jeruk (Penicillium
digitatum, kapang hijau), nektaris dan stigma.
2.2.3 Penetrasi melalui luka
Patogen sering tidak mampu secara
langsung mempenetrasi inangya atau masuk melalui lubang alami, sering menyerang
melalui luka. Setiappatogen sering diistilahkan sebagai parasit luka dan
termasuk banyak busuk kayu dan jamur kanker, jamur layu vascular, beberapa
diantaranya menyebabkan pembusukan buah dan sayuran sertabanyak bakteri dan
jamur busuk lunak. Semua virus tanaman, kecuali yang bersifat tular benih,
masuk melalui luka baik sebagai akibat kerusakan mekanik maupun melalui luka
yang disebabkan ileh vektornya.
2.3 Fase Pascapenetrasi Infeksi
Proses
infeksi agar kontinu setelah penetrasi terjadi parasit harus mempunyai hubungan
patogenik dengan inang. Keberhasilan kolonisasi ditentukan oleh : 1. Substrak
yang dibutuhkan pathogen, dan 2. Reaktivitas inang terhadap serangan pathogen.
2.3.1 Nekrotrof dan biotrof
Patogen dapat dibagi menjadi dua
kelompok biologi atas dasar hubungan substraknya. Banyak pathogen mengambil
haranya dari sel inang mati yang di bunuh pathogen dalam perkembangan
invasinya. Setioap pathogen disebut dengan nekrotrof
dan jika tidak pathogen membunuh jaringan inang dari kemajuan invasinya,
pathogen tidak dapat bertahan hidup. Kelompok yang kedua pathogen mengambil
haranya dari jaringan inannya dalam kemajuan invasinya. Setiap pathogen ini
disebut dengan biotrof. Nekrotrof
lebih sedikit parasit spesialis dari pada biotrof. Beberapa pasrasit seperti Collectotrichum Lindemuthianum sering
biotrof bagi bagian perkembanganya dan nekrotrof untuk bagian sisanya.
Reaksi nekrogenik terjadi ketika
jaringan inang dibunuh akibat sensitivitasnya terhadap substansi yang
dihasilkan oleh pathogen (toksin, enzim dan sebagainya) atau dengan substansi
yang dihasilkan sebagai akibat interaksi inangpatogen. Intensitas dan kecepatan
respon nekrogenik dalam tanaman atas sensivitas sel inang terhadap serangan
pathogen.
Reaksi nekrogenik sering
menguntungkan perkembangan pathogen dengan hebungan sel inang yang tidak khusus
(nekrotrof). Dengan huilangnya sensitivitas jaringan terhadap keberadaan
pathogen ada catatan kenaikan ketahanan inang terhadap infeksi. Sebaliknya,
respon nekrogenik terhadap biotrof, yang secara normal menunjukan hubungan sel
inang khusus, adalah dihubungkan dengan kenaikan ketahanan terhadap infeksi.
Untuk pathogen ini, nekrosis inang sering dihubungkan dengan ketahanan.
Tabel 6.1.
karakteristik parasit tanaman nekrotrof dan biotrof (Brown, 1980)
Nekrotrof
|
Biotrof
|
Mengambil
hara hanya dari sel inang mati
Mmebunuh
sel inang dalam perkembangan invasinya
Secara
normal parasit tidak khusus yang menyebabkan kerusakan agak parah dan parah
pada inang
Sering
memasuki inang lewat luka
Inokulum
biasanya miskin persediaan energy
Sering
memiliki kemampuan saprofitik
Kompetitif
yang tinggi bertahan hidup sebagai saprofitis atau menghasilkan struktur
istirahat
Sangat
banyak tanaman rentan dilemahkan, dirusak, atau tidak normal
Tidak
umum spesialisasi parasit menjadi strain
Ketahanan
dihubungkan dengan reaksi hipersensitif
Contoh
:
Pythium
spp.
Bberapa
Phytophthora spp.
P. cinnamomi
P. citrophthora
|
Mengambil
hara hanya dari sel inang hidup
Tidak
membunuh sel inang dalam perkembangan invasinya
Secara
normal parasit khusus yang menyebabkan kerusakan kurang parah pada inang
menghasilkan struktur infeksi khusus.
Memasuki
lubang melalui luka alami
Inokulum
biasanya kaya persediaan energy
Sering
memiliki kemampuan saprofitis kompetitif rendah bertahan hidup sebagai
miselium tahunan atau sebagai struktur istirahat
Sangat
banyak tanaman normal
Umumnya,
spesialisasi parasit menjadi strain
Ketahanan
dihubungkan dengan reaksi hipersensitif
Contoh
:
Embun
tepung (downy mildew)
Tepung
(powdery mildew)
Karat
(rust)
Jamur
saprofit fakultatif
Phytophthora
infestans
Venturia inaequalis
Semua
virus , semua parasit tanaman
Agrobacterium
spp., Rhizoctonia spp.
|
2.3.2 perkembangan ektotrofik
Parasit
ektotrofik menghasilkan koloni permukaan pada tanaman tetapi mrngambil harannya
lewat haustroia yang terbentuk daalam sel epidermis atau sel mesofil tanaman.
Sangat banyak parasit ektotrofik umum adalah penyabab penyakit tepung ( ordo
erysipales ) dan jamur ‘ embun gelap’ ( ordo moliolales ) . pathogen penyebab
penyakit tepung ( powdery mildew) secara normal menghasilkan hautoria hanya
dalam sel epidermis ( gambar 6.3) sedangkan jamur ‘ embun gelap( dark mildew) ‘
mengambil harannya melalui hifa khusus yang mempenetrasi stoa dan menghasilkan
haustoria daam sel mesofil. Kedua kelompok embun ( mildew) ini adalah parasit
obligat.
Pada
inang rentang jamur tepung tidak menyebabkan nekrosis jaringan inang dan
terjadi hubungan yang compatible anbtara inang dengan parasit. Pada inang pada
tahan ,sel mesofil dibawah koloni jamur menjadi nekrosis akibat sensivitas
inang terhadap keberadaaan pathogen dan perkembangan koloni Ektotrofik sangat dibatasi.
Parasit
ektotrofik sebaiknnya jangan dibinggungkan dengan epifit saprofitik seperti ‘
kapang jelaga’ sering tumbuh di permukaan mirip parasitic ‘ embun gelap ‘
beberapa koloni jamur bagian dalam tanam
tetapi waktu yang sama menhasilkan miselia luar yang tumbuh lewat
permukaan inang. Runner hyphra (hifa
yang menjalar) Gaeumannomyces graminis (penyebab penyakit take-all serealia)
tumbuh sepanjang luar akar pada pangkal tangkai yang dimasuki. Rizomorf Armillaria mellea juga tumbuh sepanjang
permukaan akar atau di antara kulit kayu dan kayu tanaman
2.3.3 perkembangan subkutikula
Hifa parasit subkutikula seperti
Venturia inaequalis (penyebab kudis pada apel) dan Diplocapon rase (penyebab
penyakit bercak hitam pada mawar) tumbuh sangat banyak di antara kutikula dan
dinding bagian luar epidermis. Pada inang rentan, miselium menghasilkan
haustoria dalam sel epidermis dan kadang-kadang dalam sel mesofil daun. Sel yang diparasit tidak dengan segera
dibunuh oleh pathogen tetapi sering klorosis dan mati. Aservuli subkutikula berkembang, memecah
kutikula dan konidia bebas. pada inang tahan sel epidermis menunjukkan respon
nekrosis hipersensitif terhadap keberadaan pathogen. Pada setiap inang
pertumbuhan pathogen terhenti sebelum spora dihasilkan.
Jamur yang menyebabkan busuk matang
pada beberapa buah tripis dan subtropics sering menghasilkan infeksi laten
subkutikula pada buah yang belum masak. Contoh penyakit busuk matang ,termasuk
antraknosa pisang dan papaya yang disebabkan oleh Colletotrichum spp., beraak
hitam pada jeruk yang disebabkan oleh Monilinia (Sclerotinia) fructicola.
Beberapa penelitiian mengenai colletotichum m usae yang menyebabkan busuk
matang pisang, mengidentifikasi bahwa mekanisme infeksi laten berhubungan dengan
produksi besar, apresoria hitam pada permukaan buah. Apresoria laten ini
meneruskan aktivitas, mempenetrasi inang dan menghasilkan koloni aktif ketika
buah inang masak.
2.3.4 perkembangan dalam jaringan parensima
Pada tempat masuk ke dalam inangnya
(biasanya lewat luka), nekrotrof mengeluarkan enzim ekstraseluler atau toksin
yang membunuh jaringan inang dalam perkembangan invasinya. Pathogen kemudian
mengambil haranya dari jaringan mati,
patogen tidak masuk menjadi hubungan khusus dengan inangnya juga tidak
menghasilkan struktur infeksi khusus seperti haustoria. Gejala yang dihasilkan
oleh nekrotrof termasuk busuk lunak dan busuk kering serta lesion nekrotik pada
bagian tanaman di bawah tanah maupun di atas tanah.
Pada inang rentan pathogen seperti Phytophthora infestans menyerang dan
mengambil hara dari sel inang yang hidup. Banyak parasit obligat memasuki
hubungan sangat khusus denga inangnya.
Pathogen secara normal dipertimbangkan obligat termasuk embun tepung, tepung
karat, nematode parasitik tanaman dan virus. Hifa jamur embun tepung tumbuh dalam ruang interseluler dari jaringan
mesofil inangnya. Walau beberapa jamur embun tepung seperti Plamopara spp. Menyebabkan sedikit nekrosis
pada inangnya, sangat banyak menyebabkan kematian jaringan inang. Pada inang
tahan, nekrosis hipersensitif tampak segera setelah jamur mempenetrasi tanaman
( dalam 48-72 hari), koloni menjadi inaktif dan sedikit terjadi sporulasi.
Viris sebagai parasit obligat, pathogen intraseluler semenjak sel inang
ditumbuhkan untuk sentesis partikel virus baru.
2.3.5 perkembangan dalam jaringan
vakular
Ciri khas pathogen layu vascular
memasuki system vascular akar muda baik melalui penetrasi epidermis, kortek,
endodermis dan perisikel atau dengan memasuki inang melalui luka. Jamur layu
vuskular sejati termasuk Fusarium oxysporum dan verticillium spp. Penyakit
disebabkan oleh termasuk penyakit Dutch elm spp layu oak dan layu persimmon
disebabkan oleh Cephalosporium diospyri, tetapi sudah menunjukkan bahwa setiap
jamur ini dapat menyerang jaringan yang laindari pada system vascular. Jamur
layu vascular sejati (F. oxysporum dan Verticillium spp.) menyerang kortek akar
tetapi tidak merusak setiap perluasanya, kecuali dibawah kondii khusus. Hal ini
ketika hanya tanaman mulai mati, jamur tumbuh ke dalam jaringan kortek. Gejala
yang dihasilkan dari campur tangan dengan system konduksi air sangat bervariasi
dari kuning, coklat vascular, tilosis, system vascular sampai umumnya tamnaman
layu.
2.3.6 Perkembangan sistemik
perkembangan
sistemik terjadi ketika patogen menyear keseluruh tanaman. Hal ini fenomena
yang relative jarang. Beberapa virus,
menyebar ke tanaman yang terinfeksi
tetapi tidak selalu ada dalam semua jaringan. Beberapa penyakit embun
tepung seperti pada bunga matahri( yang disebabkan oleh Plasmopara halstedii)
dan jagung (yang disebabkan oleh Sclerospora maydis, S. philippensis)
menunjukkan berbagai derajat perkembangan sistematik. Sama, halnya banyak penyakit gosong dan beberapa penyakit karat menunjukkan perkembangan sistematik dalam
inangnya.
2.3.7 perkembangan endobiotik
Beberapa pathogen terdapat dalam sel
inangnya dan mungkin menyebar dari sel ke sel lainnya selama pembelahan sel.
Setiap patogen sering disebut endobiotik. Jamur yang termasuk dalam
chytridiomycetes dan plasmosiophoromycetes adalah endobiotik. Sama halnya
virus, mikoplasma, dan rikettsia juga endobiotik seperti beberapa bakteri.
2.4 Perubahan Dalam Fisiologi Inang
Infeksi
tanaman sering ditunjukan dengan perubahan tersembunyi dalam fisiologi inang. Sejumlah penelitian
telah mempelajari berbagiai proses fisiologi dalam kortivuar terinfeksi yang
tahan dan rentan dan telah membandingkan dengan yang terjadi pada tanaman
sehat. Dalam beberapa hal, usaha telah dilakukan untuk menghubungkan perubahan
pascainfeksi dalam fisiologi inang terhadap proses ketahan atau bagi proses
yang mengikatkan ekspresai penyakit
2.4.1 respiras
tanaman
sakit dengan tetap menunjukan respirasi yang lebih tinggi (biasanya diukur
sebagai konsumsi oksigen) dari pada tanaman sehat. Aktivitas respirasi
meningkat merupakan cirri khas jaringan fotosintetik terinfeksi tanpa memandang
apakah tanaman infeksi dengan jamur, bakteri atau virus.
Fakta
yang ada sekarang ini nmenjelaskan bahwa pertumbuhan jamur terkontribusi secara
signifikan terhadap kenaikan resapirasi yang diamati. Fakta selanjutnya
menjelaskan bahwa banyak respirasi
meningkat pada inang yang berasal dari studi tentang penyakit virus. Virus non-seluler
tanpa mengalami respirasi yang dimiliki, tetapi infeksi virus menstimulasi
kenaikan yang sama dalam respirasi seperti yang dilakukan oleh pathogen lainya.
Beberapa
penelitian telah menjelaskan bahwa kenaikan respirasi berhubungan dengan uncoupling (tidak
bergandengan) transper electron dan oksidatif fosforilasi. Bukti utama untuk
penjelasan ini berhubungan dengan
pengaruh 2,4 dinitropenol (DNP) pada jaringan utama sehat atau sakit.
Ketika di aflikasikan pada tanaman sehat, DNP menyebabkan kenaikan laju
respirasi. Hal ini menjelaskan bahwa tidak bergandengan DNP transfer electron
dan oksidatif fosforilasi bemudian bahwa ATP tidak dihasilkan dari ADP dan
subtract anorganik tetapi electron masih di transfer ke oksigen. Hal ini
menunjukan kenaikan dalam komsumsi oksigen yang terjadi dan di asumsikan bahwa
transfer electron dan oksidatif fosforilasi telah siap tidak bergandengan
sebagai akibat infeksi. Disamping sederhana dan atraktif hipotesis tanapa
pengabungan didukung oleh fakta percobaan kecil dan uraian lain adalah sama
masuk akal.
Konsumsi
oksigen tidak berhubuangan dengan fosforlasi selama pembentukan pyruvat dari
pati (glycolysis atau lintas embden maeyerhof). Sebuah route alternative untuk
produksi pyruvate lintas pentose fosfat. Penurunan dalam rasio C6/C1 gula yang
dihasilkan pada jaringan terenfeksi dan meningkat system enzim yang berhubungan
dengan lintas pentose-fospat. Begitu juga kenaikan laju respirasi berhubungan
dengan reduksi fotosintesis, keungkinan sebagai akibat kerusakan klorofil
kenaikan dalam ratio NA+DP / NADPH.
2.4.2 fotosintesis dan tranlokasi
Patogen
yang menyerang daun tanaman sering menyebabkan kerusakan jaringan fotosintesis.
peledakan penyakit seperti hawar kentang sering merusak tanaman secara lengkap.
Banyak pathogen daun yang menyebabkan lesion nekrotik yang dapat menyebabkan
menurunan tersembunyi janringan fotosintetok. Ini menunjukan bahwa infeksi
penyebabkan penurunn tersembunyi dalam seluruh kemampuan tanaman untuk
berfotosintesis dan menunjukan kerusakan dalam tranlokasi fotosintat
Lintas
ini dipertimbangakan dalam pengambilan karbon dioksida berlabel. Sebaliknya
beberapa lingkungan level sedang terinveksi (9% luas daun tertutupi dengan
pustule) tidak secara signipikan mempengaruhi relative pengambilan co2
dibandingkan daun sehat. Hal ini menunjukan bahwa beberapa kondisi infiksi
dengan paktogen karat pada tanaman kacang (Uromyces
appendiculans) dapat menyebabkan kenaikan penggunaan CO2 oleh jaringan
tanaman kacang. Tetapi umunya mengakibatkan penurunan aktivitas fotosintetik
baik melalui kerusakan jaringan fotosintestik atau melalui penurunan reproduksi
jaringan fotosintetik.
Laju
tranlokasi fotosintat dari jaringan sait dibandingan jaringan sehat contoh,
infeksi karfat yang parah pada tanaman bunga matahari 97% asimilat berlabel
tersisa di daun dimana mereka mengasilkan
hanya 3% di keluarkan. Pada daun yang tidak terinfeksi diantara 30 dan
58% asimilat tersisa di keluarkan kebagian tanaman lainya. Hal ini terlihat
bahwa rasio penyakit yang disebabkan oleh beberapa biotrof (karat, tepung, dan
sebagainya) bekerja sebagai penampung metabolic (metabolic) diaman sebagai
unsure dan senyawa cendung terakumulasi dari pada di distribusikan kebagian
tanaman lainya.
Pola
distribusi tranlokasi asimilat dari dsun dengan label CO2 dimodifikasi oleh
infeksi karat. Selama stadium vegetative dari pertumbuhan, perporsi tranlokasi
berlabel bergerak ke daun ditingkatkan dan ke akar menurun akibat infeksi
karat. Hasil ini menurunkan perkembangan akar yang ditunjukan dengan penurunan
kemampuan akar mengabsorsi air dan hara yang selanjutnya kembali mempengaruhi
pertumbuhan bagian tanaman lainnya.
2.4.3 tranpirasi
Banyak
pathogen yang telah menyebankan kenaikan laju tranpirasi (penguapan) oleh
tanaman. Pathogen yang merusak kutikula tanaman sering menyebabkan kenaikan
tranpirasi dalam kutikula (non stomata). Hal ini mungkin sumber utama
kehilangan air dan dapat terjadi baik cahaya atau dalam kondisi gelap.
Kerusakan kutikula dapat menyebabkan tanaman layu, khususnya selama panas cuaca
kering. Stomata terbuka karena dalam zone sekitar lesion nekrotik pada daun
kentang yang terinfeksi dengan phytophtora infestans telah menunjukan secara
abnormal meluas.
Studi
dengan bagian tanaman bunga matahari telah menunjukan bahwa infeksi karat tidak
secara signifikan mempengaruhi tranpirasi (seperti di ukur dengan porometer
difungsi yang mengukur pergerakan difusi udara melalui stomata dan memberikan
indikasi ukuran lubang celah stomata yang berhubungan dengan laju tranpirasi)
sampai fleck menjadi tampak. Secarafleck meningkat tajam dalam transpirasi
gelap atau sikular (menurut ketahanan difusi) diamati kemungkinan akibat
kerusakan kutikula. Infeksi berat tidak tapak mempengaruhi tranpirasi terang
atau stomata tanaman yang tumbuh pada regim kelembaban yang cukup.
2.4.4 pertumbuhan dan perkembangan
Penyimpanan
pisiologi akibat dari infeksi berlebihan yang ditunjukan dengan modifikasi dan
diferensiasi dalam petumbuhan tanaman. Contoh, pengaruh karat terhadap komponen
pertumbuhan hasil tanaman dengan kenaikan dalam tanpirasi.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Lokasi
awal kontak antara pathogen dengan permukaan inang sering diistilahkan sebagai
lingkungan infeksi. Dapat atau tidaknya tanaman terinfeksi
setelah diinokulasi tergantung atas sejumlah faktor interaksi Dengan kata lain,
jenis hubungan inang-patogen yang berkembang tergantung atas interaksi yang
terjadi antara genotip inang dengan pathogen tersebut. Interaksi ini dapat
dimodifikasi oleh lingkungan. Proses infeksi dapat dibagi menjadi tiga fase :
prepenetrasi, penetrasi dan postpenetrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios,G,N,2005
Plat Pathology.Fifth Edition.Elsevier Academic
Press.Amsterdam.Boston.Heidelberg.London.Newyork.Oxford paris.Sandiego.San
francico.Singapore.Sydney.Tokyo.
Berndt,R.(1996).
Ultrastructure of the D-haustoria of Coleasporium
spp. (rust fungi,uredinales).-sydowia 48 (2):263-272
Kuijt,J
1977.Haustoria of Phanerugamic Parasiter.Ann.Rev.Phytopathol.17:91-188
Mendgen,K.and
M.Hahn.2002.Plant infection and the establishment of fungal biotrophy.Trends in plant science 7:352-356
0 comments:
Post a Comment