BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Benih merupakan biji tanaman yang
digunakan untuk tujuan pertanaman, artinya benih memiliki fungsi agronomis.
Untuk itu benih yang diproduksi dan tersedia harus bermutu tinggi agar mampu
menghasilkan tanaman yang mampu berproduksi maksimal. Mutu benih mencakup tiga
aspek yaitu mutu genetik, yaitu aspek mutu benih yang ditentukan berdasarkan
identitas genetik yang telah ditetapkan oleh pemulia dan tingkat kemurnian dari
varietas yang dihasilkan, identitas benih yang dimaksud tidak hanya
ditentukan oleh tampilan benih, tetapi juga fenotipe tanaman, mutu fisiologi,
yaitu aspek mutu benih yang ditunjukan oleh viabilitas benih meliputi daya
berkecambah/daya tumbuh dan vigor benih, serta mutu fisik, yaitu aspek mutu
benih yang ditunjukan oleh tingkat kebersihan, keseragaman biji dari segi
ukuran maupun bobot, kontaminasi dari benih lain atau gulma, dan kadar air.
Patogen dapat bertahan pada benih di
dalam bagian-bagian tertentu. Bagian – bagian benih terdiri dari tiga yaitu kulit, kotiledon, dan embrio.
Patogen tular benih hidup pada salah satu bagian dari bagian benih tersebut.
Lokasi patogen pada benih bergantung pada jenis patogen tersebut dan kebutuhan makanan
masing-masing patogen. Oleh karena itu ada beberapa cara untuk menguji
kelayakan benih, diantaranya dengan metode uji seperti pemeriksaan biji kering
dan inkubasi benih. Metode pengujian kelayakan benih terutama dilakukan untuk
mendeteksi cendawan-cendawan dan bakteri yang membentuk struktur di permukaan
benih. Pengujian dapat dilakukan secara cepat dan mudah. Untuk mengetahui jamur
dapat dilakukan dengan metode kertas sedangkan untuk mengetahui bakteri dalam
praktikum dapat menggunakan metode agar yaitu menggunakan NA.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui macam – macam penyakit
tular benih.
2. Dan dapat mengetahui bagaimana pengendalian
agar benih tidak tertular penyakit.
BAB
II
DASAR
TEORI
Benih merupakan biji tanaman yang
dipergunakan untuk keperluan pengembangan usahatani dan mempunyai fungsi
agronomis. Benih yang bermutu adalah benih yang telah dinyatakan sebagai benih
yang bekualitas tinggi. Benih yang baik dan bermutu akan sangat menunjang dalam
peningkatan produknya baik dari segi kuantitas maupun kualitas (Kartasapoetra,
2003).
Banyak kejadian epidemi di lapangan
sulit diduga kejadiannya yang salah satunya karena masuknya benih tanam sebagai
pembawa inokulum ke daerah yang tadinya mungkin tidak mengenal penyakit
tersebut. Masuknya penyakit hawar daun (Phytophthora infestans) di daerah
sentral produksi ketang di Jawa diduga bersamaan dengan masuknya bibit kentang
(umbi) dari Belanda ke Indonesia sejak zaman penjajahan karena belum adanya
badan karantina. Demikian pula dengan penyakit pada berbagai serealia sangat
mudah untuk masuk dari satu daerah ke daerah lainnya karena sulitnya pengawasan
biji-bijian yang selain dikonsumsi juga sering oleh petani dijadikan bibit
tanpa adanya pengujian terlebih dahulu. Sementara lembaga sertifikasi bibit
belum optimasl dimanfaatkan petani karena kurangnya informasi dan mahalnya
harga bibit. Dalam hubungannya dengan epidemi di lapangan, pola epidemi tular
biji atau benih umumnya mempunyai pola yang sama dalam hal daur infeksinya,
yang hal ini dikemukakan dalam uraian modul ini sebagai bahan kajian bagi jenis
patogen lainnya. Beberapa hal yang perlu dikaji lebih jauh adalah mengenai
bagaimana patogen tersebut bertahan dalah biji dan seberapa lama ketahanan
(longivitas) bertahannya apabila biji tersebut tidak segera ditanam, serta
bagaimana patogen tersebut mulai melakukan infeksi bila kondisi lingkungan
fisik dan biologinya tersedia.
Contoh pola sebaran sederhana Salah
satu contoh pola sebaran ini adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur
Ustilago nuda menyerang gandum dan barley, tetapi serangan penyakit ini sama
sekali tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman. Patogen hanya
membentuk satu jenis spora dan terbatas membentuk satu generasi spora saja per
tahunnya.
Transfer dan reinfeksi hanya dimungkinkan
selama beberapa minggu saja yakni pada saat pembungaan. Kondisi lingkungan
sangat berpengaruh terhadap fase
transfer; setelah itu pada saat reinfeksi maka faktor kelembaban lebih
dominan pengaruhnya. Pada musim kering ditandai dengan terjadinya pemutusan dan
menurunnya tingkat infeksi biji. Ketahanan tanaman juga berpengaruh terhadap
berlangsungnya reinfeksi.
Percobaan yang dilakukan oleh para
ahli menunjukkan adanya pengaruh dari tetesan air hujan dan perbedaan varietas.
Epidemi terjadi jika cuaca dan varietas sangat sesuai bagi berlangsungnya
reinfeksi, tetapi secara rinci belum dapat dijadikan pedoman bagi peramalan
penyakit.
Dalam praktek pengendalian dapat
dicapai dengan menekan inokulum secara langsung; dalam jangka pendek penggunaan
varietas tahan jelas tidak banyak memberikan hasil. Untuk menekan inokulum
tersebut ada tiga prosedur yang dapat ditempuh:
(a)
Seleksi benih dengan menggunakan benih yang bersih (bebas penyakit).
(b)Perlidungan terhadap tanaman yang akan dijadikan benih dengan jalan
mengisolasi tanaman, meskipun spora yang bersifat tular udara sulit dicegah
apabila pada kondisi epidemi. (c) Perlakuan benih, biasanya dengan menggunakan
fungisida sistemik sehingga efektif untuk menekan epidemi.
.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Layu Bakteri (Pseudomonas solana-cearum)
Layu
bakteri mempunyai banyak tanaman inang, diantaranya adalah tomat, kentang,
kacang tanah dan cabai. Penyebaran penyakit layu bakteri dapat melalui benih,
bibit, bahan tanaman yang sakit, residu tanaman, irigasi (air), serangga,
nematoda dan alat-alat pertanian. Bakteri layu biasanya menghebat pada tanaman
cabai di dataran rendah. Gejala kelayuan tanaman cabai terjadi mendadak, dan
akhirnya menyebabkan kematian tanaman dalam beberapa hari kemudian. Bakteri
layu menyerang sistem perakaran tanaman cabai. Bila pangkal batang cabai yang
diserang, dipotong atau dibelah, kemudian direndam dalam gelas berisi air
bening, maka setelah beberapa menit digoyang-goyangkan akan keluar cairan
berwarna coklat susu atau berkas pembuluh batangnya berwarna coklat berlendir
(slime bakteri).
Gejala serangan yang kelihatan adalah layu pada beberapa
daun muda dan atau menguningnya daun tua sebelah bawah. Gejala lain yang
terlihat adalah berkas pembuluh pengangkut yang berwarna cokelat tua dan
membusuk setelah batang, cabang atau pangkal batangnya kita belah.
Namun jangan sampai kita salah
identifikasi terhadap layu bakteri ini, sebab gejala seranganya hampir-hampir
mirip dengan gejala serangan layu fusarium. Untuk membedakanya secara
mudah, siapkan air putih dalam sebuah gelas. Kemudian potong cabang atau batang
tanaman cabe yang terserang layu tadi dan dijepit dengan pisau dan dicelupkan
ke dalam air putih tadi. Perhatikan jika dari potongan cabang atau batang
tadi keluar exudat berwarna putih seperti asap, dapat dipastikan tanaman tadi
terserang bakteri Pseudomonas bukan layu karena serangan Fusarium.
Jika tidak keluar eksudat putih berarti tanaman terserang oleh penyakit layu
fusarium.
Pengendalian
penyakit bakteri layu harus dilakukan secara terpadu, yaitu :
a. Pengaturan
irigasi dengan baik, jangan sampai lahan pertanaman tergenang air
berlebihan. Segera buang air yang berlebihan dengan sistem drainase yang
baik.
b. Pencelupan
bibit dengan larutan bakterisida seperti Agrimycin dengan takaran 1,2
gram per liter air atau dengan Agrept dengan takaran 2 gram per liter air untuk
pencegahan serangan layu bakteri.
c. pengendalian yang lain dengan
pergiliran tanaman yang bukan sefamili untuk menghindari penularan patogen.
d. Pemupukan dicampur dengan Trichoderma.sp.
sebagai agen hayati biofungisida. cara membuat Trichoderma,
e. Pengelolaan
(manajemen) lahan, misalnya dengan pengapuran tanah ataupun pergiliran tanaman
yang bukan famili Solanaceae.
3.2 Penyakit Bakteri Pantoea
stewartii
P. stewartii merupakan bakteri OPTK A1 (OPT yang dilaporkan belum
terdapat di wilayah Indonesia) pada tanaman jagung yang sudah masuk ke dalam
wilayah Indonesia. Berdasarkan hasil kegiatan pemantauan daerah sebar OPTK
2012, P. stewartii telah tersebar di Provinsi Sumatera Barat, Lampung, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten dan Sulawesi Selatan. P.
stewartii menyerang tanaman jagung, terutama jagung manis pada seluruh
stadia tanaman (stadia pembungaan, pembuahan, pembibitan dan pertumbuhan
vegetatif). Bagian tanaman yang terinfeksi yaitu buah, kuncup bunga, daun,
akar, benih, batang dan seluruh bagian tanaman. Kerugian akibat OPT ini
berkisar 40 – 100%.
Penularan:
P.
stewartii merupakan
patogen tular benih. Selain dapat ditularkan melalui benih juga dapat menyebar
melalui perantara vektor. Bakteri patogen ini mampu hidup pada benih jagung
selama 200 -250 hari yang disimpan pada suhu 8-15°C.
Munculnya
penyakit ini pada jagung, tidak terlepas dari impor benih baik untuk produksi
maupun plasma nutfah untuk perakitan varietas-varietas baru, sehingga
memungkinkan tersebarnya patogen, karena benih merupakan media pembawa yang
paling cocok untuk menyebar melintasi batasan alaminya.
Kisaran Inang:
- Utama (U): Zea mays (jagung, jagung manis, corn, maize), Zea mexicana (teosinte)
- Sekunder (S): Saccharum officinarum (tebu, sugarcane), Sorghum bicolor (sorgum, sorghum), Triticum aestivum (gandum, wheat), Vigna radiata (kacang hijau, mungbean), Cucumis sativus (mentimun, cucumber), Agrotis alba, Avena sativa, Coix lacryma, Echinochloa americana, Trapsacum spp.,Panicum spp., (Permentan 93/2011).
Serangga vektor/vektor
penyakit:
Selain
melalui benih, penyakit ini juga ditularkan oleh kumbang jagung Corn Flea
Beetle Chaetocnema pulicaria (Coleoptera: Chrysomelidae) sebagai vektor utama
yang mampu mendukung proses hibernasi patogen. Vektor lain yang diduga memiliki
kemampuan menyebarkan penyakit ini diantaranya Diabrotica undecimpunctata
howardi (larva dan imago) dan Diabrotica longicornis (larva).
Gejala di lapangan
Terdapat 2 (dua) fase gejala:
- Layu pada bibit, terutama pada tanaman berdaun kurang dari 5 helai. Tanaman menjadi layu, kerdil dengan adanya garis hijau pucat kekuningan yang memanjang pada permukaan daun, dan;
- Hawar daun tua pada fase vegetatif dan generatif. Gejala layu terjadi setelah munculnya malai. Pada daun berwarna putih memanjang searah tulang daun dan pinggirnya mengalami nekrosis.
Rekomendasi Pengendalian P.
stewartii
- Melakukan pengamatan (survei deteksi dan delimitasi) untuk mengetahui daerah serangan dan kerugian yang ditimbulkan;
- Meningkatkan pengawasan terhadap peredaran benih jagung manis (benih impor maupun benih yang berasal dari daerah serangan);
- Melakukan studi lapangan untuk penerapan teknologi pengendalian penyakit yang ramah lingkungan;
- Mengefektifkan gerakan operasional pengendalian OPT dengan tetap berpegang pada prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) meliputi:
a.
Mekanis
1. sanitasi lingkungan dengan cara
mengumpulkan sisa-sisa tanaman dan gulma rerumputan kemudian membakarnya
2. Membersihkan tanaman yang terserang
agar tidak menjadi sumber penyakit dan memutus siklus hidup penyakit
3. Mengendalikan serangga
penular/vektor
b.
Kultur
teknis
1.
Melakukan
penanaman secara tumpangsari antara jagung dengan tanaman yang bukan inang P.
stewartii.
2.
Menggunakan
benih sehat dan bersertifikat
3.
Menanam
varietas hibrida resisten yang mampu menekan perkembangan bakteri pada jaringan
vaskular tanaman dan hanya ditanam satu kali pada suatu lahan.
4.
Perencanaan
penanaman jagung (Forecasting Culture) yaitu dengan merencanakan dan
mempersiapkan penanaman pada musim hujan di mana suhu rata-rata harian antara
20-24 oC yang mampu menekan perkembangan penyakit.
5.
Penggunaan
unsur hara yang seimbang yaitu dengan menurunkan kandungan N dan P tidak dan
meningkatkan kandungan Ca yang berpotensi mengurangi perkembangan penyakit.
6. Perlakuan kesehatan benih:
7. Yaitu memeriksa kesehatan benih
sebelum digunakan menggunakan prosedur ELISA pada benih.
c.
Biologi
5. Penelitian mengenai musuh alami
serangga vektor P. stewartii belum banyak diteliti, oleh karena itu, sebagai
studi awal dapat dengan cara mengisolasi cendawan entomopatogen dari serangga
vektor yang terinfeksi cendawan entomopatogen, kemudian dijadikan isolat untuk
proses identifikasi.
0 comments:
Post a Comment