Pages

Subscribe:
Powered By Blogger

Tuesday, 19 May 2015

PENYAKIT TULAR BENIH DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Benih merupakan biji tanaman yang digunakan untuk tujuan pertanaman, artinya benih memiliki fungsi agronomis. Untuk itu benih yang diproduksi dan tersedia harus bermutu tinggi agar mampu menghasilkan tanaman yang mampu berproduksi maksimal. Mutu benih mencakup tiga aspek yaitu mutu genetik, yaitu aspek mutu benih yang ditentukan berdasarkan identitas genetik yang telah ditetapkan oleh pemulia dan tingkat kemurnian dari varietas yang dihasilkan, identitas benih yang dimaksud tidak  hanya ditentukan oleh tampilan benih, tetapi juga fenotipe tanaman, mutu fisiologi, yaitu aspek mutu benih yang ditunjukan oleh viabilitas benih meliputi daya berkecambah/daya tumbuh dan vigor benih, serta mutu fisik, yaitu aspek mutu benih yang ditunjukan oleh tingkat kebersihan, keseragaman biji dari segi ukuran maupun bobot, kontaminasi dari benih lain atau gulma, dan kadar air.
Patogen dapat bertahan pada benih di dalam bagian-bagian tertentu. Bagian – bagian benih terdiri dari tiga yaitu kulit, kotiledon, dan embrio. Patogen tular benih hidup pada salah satu bagian dari bagian benih tersebut. Lokasi patogen pada benih bergantung pada jenis patogen tersebut dan kebutuhan makanan masing-masing patogen. Oleh karena itu ada beberapa cara untuk menguji kelayakan benih, diantaranya dengan metode uji seperti pemeriksaan biji kering dan inkubasi benih. Metode pengujian kelayakan benih terutama dilakukan untuk mendeteksi cendawan-cendawan dan bakteri yang membentuk struktur di permukaan benih. Pengujian dapat dilakukan secara cepat dan mudah. Untuk mengetahui jamur dapat dilakukan dengan metode kertas sedangkan untuk mengetahui bakteri dalam praktikum dapat menggunakan metode agar yaitu menggunakan NA.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui macam – macam penyakit tular benih.
2. Dan dapat mengetahui bagaimana pengendalian agar benih tidak tertular penyakit.



BAB II
DASAR TEORI

Benih merupakan biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan pengembangan usahatani dan mempunyai fungsi agronomis. Benih yang bermutu adalah benih yang telah dinyatakan sebagai benih yang bekualitas tinggi. Benih yang baik dan bermutu akan sangat menunjang dalam peningkatan produknya baik dari segi kuantitas maupun kualitas (Kartasapoetra, 2003).
Banyak kejadian epidemi di lapangan sulit diduga kejadiannya yang salah satunya karena masuknya benih tanam sebagai pembawa inokulum ke daerah yang tadinya mungkin tidak mengenal penyakit tersebut. Masuknya penyakit hawar daun (Phytophthora infestans) di daerah sentral produksi ketang di Jawa diduga bersamaan dengan masuknya bibit kentang (umbi) dari Belanda ke Indonesia sejak zaman penjajahan karena belum adanya badan karantina. Demikian pula dengan penyakit pada berbagai serealia sangat mudah untuk masuk dari satu daerah ke daerah lainnya karena sulitnya pengawasan biji-bijian yang selain dikonsumsi juga sering oleh petani dijadikan bibit tanpa adanya pengujian terlebih dahulu. Sementara lembaga sertifikasi bibit belum optimasl dimanfaatkan petani karena kurangnya informasi dan mahalnya harga bibit. Dalam hubungannya dengan epidemi di lapangan, pola epidemi tular biji atau benih umumnya mempunyai pola yang sama dalam hal daur infeksinya, yang hal ini dikemukakan dalam uraian modul ini sebagai bahan kajian bagi jenis patogen lainnya. Beberapa hal yang perlu dikaji lebih jauh adalah mengenai bagaimana patogen tersebut bertahan dalah biji dan seberapa lama ketahanan (longivitas) bertahannya apabila biji tersebut tidak segera ditanam, serta bagaimana patogen tersebut mulai melakukan infeksi bila kondisi lingkungan fisik dan biologinya tersedia.
Contoh pola sebaran sederhana Salah satu contoh pola sebaran ini adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur Ustilago nuda menyerang gandum dan barley, tetapi serangan penyakit ini sama sekali tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman. Patogen hanya membentuk satu jenis spora dan terbatas membentuk satu generasi spora saja per tahunnya.
Transfer dan reinfeksi hanya dimungkinkan selama beberapa minggu saja yakni pada saat pembungaan. Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap fase  transfer; setelah itu pada saat reinfeksi maka faktor kelembaban lebih dominan pengaruhnya. Pada musim kering ditandai dengan terjadinya pemutusan dan menurunnya tingkat infeksi biji. Ketahanan tanaman juga berpengaruh terhadap berlangsungnya reinfeksi.
Percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan adanya pengaruh dari tetesan air hujan dan perbedaan varietas. Epidemi terjadi jika cuaca dan varietas sangat sesuai bagi berlangsungnya reinfeksi, tetapi secara rinci belum dapat dijadikan pedoman bagi peramalan penyakit.
Dalam praktek pengendalian dapat dicapai dengan menekan inokulum secara langsung; dalam jangka pendek penggunaan varietas tahan jelas tidak banyak memberikan hasil. Untuk menekan inokulum tersebut ada tiga prosedur yang dapat ditempuh:
(a) Seleksi benih dengan menggunakan benih yang bersih (bebas penyakit). (b)Perlidungan terhadap tanaman yang akan dijadikan benih dengan jalan mengisolasi tanaman, meskipun spora yang bersifat tular udara sulit dicegah apabila pada kondisi epidemi. (c) Perlakuan benih, biasanya dengan menggunakan fungisida sistemik sehingga efektif untuk menekan epidemi.
.

















BAB III
PEMBAHASAN

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjY9EjE-dkg12EIlxzaBu2vRdzbiCHx_Pi2zdQOYTiKy0KGjD57Tco2eeK2EbPIujdMso2v8mPXxx-zo44_mfpc7EAh7mvitkLQpNKxF6yAL7A3hVe-34ieY4h8ZIShtHsbhpBXeCnXqad4/s200/layu+fusarium-bakteri.jpg3.1 Layu Bakteri (Pseudomonas solana-cearum)
            Layu bakteri mempunyai banyak tanaman inang, diantaranya adalah tomat, kentang, kacang tanah dan cabai. Penyebaran penyakit layu bakteri dapat melalui benih, bibit, bahan tanaman yang sakit, residu tanaman, irigasi (air), serangga, nematoda dan alat-alat pertanian. Bakteri layu biasanya menghebat pada tanaman cabai di dataran rendah. Gejala kelayuan tanaman cabai terjadi mendadak, dan akhirnya menyebabkan kematian tanaman dalam beberapa hari kemudian. Bakteri layu menyerang sistem perakaran tanaman cabai. Bila pangkal batang cabai yang diserang, dipotong atau dibelah, kemudian direndam dalam gelas berisi air bening, maka setelah beberapa menit digoyang-goyangkan akan keluar cairan berwarna coklat susu atau berkas pembuluh batangnya berwarna coklat berlendir (slime bakteri).
                Gejala serangan yang kelihatan adalah layu pada beberapa daun muda dan atau menguningnya daun tua sebelah bawah.  Gejala lain yang terlihat adalah berkas pembuluh pengangkut yang berwarna cokelat tua dan membusuk setelah batang, cabang atau pangkal batangnya kita belah.
Namun jangan sampai kita salah identifikasi terhadap layu bakteri ini, sebab gejala seranganya hampir-hampir mirip dengan gejala serangan layu fusarium.  Untuk membedakanya secara mudah, siapkan air putih dalam sebuah gelas. Kemudian potong cabang atau batang tanaman cabe yang terserang layu tadi dan dijepit dengan pisau dan dicelupkan ke dalam air putih tadi.  Perhatikan jika dari potongan cabang atau batang tadi keluar exudat berwarna putih seperti asap, dapat dipastikan tanaman tadi terserang bakteri Pseudomonas bukan layu karena serangan Fusarium.  Jika tidak keluar eksudat putih berarti tanaman terserang oleh penyakit layu fusarium.

Pengendalian penyakit bakteri layu harus dilakukan secara terpadu, yaitu :
a.       Pengaturan irigasi dengan baik, jangan sampai lahan pertanaman tergenang air berlebihan.  Segera buang air yang berlebihan dengan sistem drainase yang baik.
b.      Pencelupan bibit dengan larutan bakterisida seperti Agrimycin  dengan takaran 1,2 gram per liter air atau dengan Agrept dengan takaran 2 gram per liter air untuk pencegahan serangan layu bakteri.
c.        pengendalian yang lain dengan pergiliran tanaman yang bukan sefamili untuk menghindari penularan patogen.
d.       Pemupukan dicampur dengan Trichoderma.sp. sebagai agen hayati biofungisida. cara membuat Trichoderma,
e.       Pengelolaan (manajemen) lahan, misalnya dengan pengapuran tanah ataupun pergiliran tanaman yang bukan famili Solanaceae.



3.2 Penyakit Bakteri Pantoea stewartii
Description: http://ditlin.hortikultura.pertanian.go.id/images/stories/berita/atin_01.jpgP. stewartii merupakan bakteri OPTK A1 (OPT yang dilaporkan belum terdapat di wilayah Indonesia) pada tanaman jagung yang sudah masuk ke dalam wilayah Indonesia. Berdasarkan hasil kegiatan pemantauan daerah sebar OPTK 2012, P. stewartii telah tersebar di Provinsi Sumatera Barat, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten dan Sulawesi Selatan. P. stewartii menyerang tanaman jagung, terutama jagung manis pada seluruh stadia tanaman (stadia pembungaan, pembuahan, pembibitan dan pertumbuhan vegetatif). Bagian tanaman yang terinfeksi yaitu buah, kuncup bunga, daun, akar, benih, batang dan seluruh bagian tanaman. Kerugian akibat OPT ini berkisar 40 – 100%.
Penularan:
P. stewartii merupakan patogen tular benih. Selain dapat ditularkan melalui benih juga dapat menyebar melalui perantara vektor. Bakteri patogen ini mampu hidup pada benih jagung selama 200 -250 hari yang disimpan pada suhu 8-15°C.
Munculnya penyakit ini pada jagung, tidak terlepas dari impor benih baik untuk produksi maupun plasma nutfah untuk perakitan varietas-varietas baru, sehingga memungkinkan tersebarnya patogen, karena benih merupakan media pembawa yang paling cocok untuk menyebar melintasi batasan alaminya.

Kisaran Inang:
  1. Utama (U): Zea mays (jagung, jagung manis, corn, maize), Zea mexicana (teosinte)
  2. Sekunder (S):  Saccharum officinarum (tebu, sugarcane), Sorghum bicolor (sorgum, sorghum), Triticum aestivum (gandum, wheat), Vigna radiata  (kacang hijau, mungbean), Cucumis sativus (mentimun, cucumber), Agrotis alba, Avena sativa, Coix lacryma, Echinochloa americana, Trapsacum spp.,Panicum spp., (Permentan 93/2011). 



Serangga vektor/vektor penyakit: 
Description: http://ditlin.hortikultura.pertanian.go.id/images/stories/berita/atin_02.jpgSelain melalui benih, penyakit ini juga ditularkan oleh kumbang jagung Corn Flea Beetle Chaetocnema pulicaria (Coleoptera: Chrysomelidae) sebagai vektor utama yang mampu mendukung proses hibernasi patogen. Vektor lain yang diduga memiliki kemampuan menyebarkan penyakit ini diantaranya Diabrotica undecimpunctata howardi (larva dan imago) dan Diabrotica longicornis (larva).

Gejala di lapangan
Terdapat 2 (dua) fase gejala:
  1. Layu pada bibit, terutama pada tanaman berdaun kurang dari 5 helai. Tanaman menjadi layu, kerdil dengan adanya garis hijau pucat kekuningan yang memanjang pada permukaan daun, dan; 
  2. Hawar daun tua pada fase vegetatif dan generatif. Gejala layu terjadi setelah munculnya malai. Pada daun berwarna putih memanjang searah tulang daun dan pinggirnya mengalami nekrosis.
Description: http://ditlin.hortikultura.pertanian.go.id/images/stories/berita/atin_03.jpg
Rekomendasi Pengendalian P. stewartii 
  1. Melakukan pengamatan (survei deteksi dan delimitasi) untuk mengetahui daerah serangan dan kerugian yang ditimbulkan;
  2. Meningkatkan pengawasan terhadap peredaran benih jagung manis (benih impor maupun benih yang berasal dari daerah serangan);
  3. Melakukan studi lapangan untuk penerapan teknologi pengendalian penyakit yang ramah lingkungan;
  4. Mengefektifkan gerakan operasional pengendalian OPT dengan tetap berpegang pada prinsip pengendalian hama terpadu (PHT) meliputi:
a.                   Mekanis
1.   sanitasi lingkungan dengan cara mengumpulkan sisa-sisa tanaman dan gulma rerumputan kemudian membakarnya
2.   Membersihkan tanaman yang terserang agar tidak menjadi sumber penyakit dan memutus siklus hidup penyakit
3.   Mengendalikan serangga penular/vektor 
b.                  Kultur teknis
1.   Melakukan penanaman secara tumpangsari antara jagung dengan tanaman yang bukan inang P. stewartii.
2.   Menggunakan benih sehat dan bersertifikat
3.   Menanam varietas hibrida resisten yang mampu menekan perkembangan bakteri pada jaringan vaskular tanaman dan hanya ditanam satu kali pada suatu lahan.
4.   Perencanaan penanaman jagung (Forecasting Culture) yaitu dengan merencanakan dan mempersiapkan penanaman pada musim hujan di mana suhu rata-rata harian antara 20-24 oC yang mampu menekan perkembangan penyakit.
5.   Penggunaan unsur hara yang seimbang yaitu dengan menurunkan kandungan N dan P tidak dan meningkatkan kandungan Ca yang berpotensi mengurangi perkembangan penyakit.
6.   Perlakuan kesehatan benih:
7.   Yaitu memeriksa kesehatan benih sebelum digunakan menggunakan prosedur ELISA pada benih.

c.                   Biologi  
5.   Penelitian mengenai musuh alami serangga vektor P. stewartii belum banyak diteliti, oleh karena itu, sebagai studi awal dapat dengan cara mengisolasi cendawan entomopatogen dari serangga vektor yang terinfeksi cendawan entomopatogen, kemudian dijadikan isolat untuk proses identifikasi.

0 comments: